Hari ini, seperti biasa, pulang kerja mandorin anak-anak makan malam, nyuruh sholat dan brushing teeth sebelum tidur. Semua sambil bertahta di depan laptop. Nolongin ngetikin perbaikan tesis suami sambil ngempi. (Mak-mak kan biasa multi task....) Suami sholat ke mesjid. Sebelumnya aye dah pesen-pesen. Mohon singgah di toko beli roti dan susu. Dua-duanya kebawa, plus telur satu tray. Asyik. Dah pinter, nggak perlu dibikinin list belanja lagi. He he he, suamiku dah kreatif. Asyik moles-moles wajah MP, kok dengar bunyi aneh di dapur. Nengok... Waaa, suami aye motong sayur!! "Ngapain, Yang?" "Bikin sayur." (Aku nolak merasa bersalah....nggak nyediain sayur, hi hi hi...... Soalnya jadual harian tuh gini: Bangun pagi, rutinitas pagi, supervise anak-anak sarapan dan siap-siap sekolah, termasuk dengerin mereka ngaji; nyipain packlunch; nganter mereka sekolah; kerja sampai jam lima sore, kadang lebih; pulang; nyampe jam 6; mandorin mereka menjelang tidur malam.......Masak disisipkan either abis Subuh, atau menjelang tidur, hi hi) "Abi bisa?" "Bisa." "Wah, harus nelpon saudara Umi yang di Pekanbaru nih (kakak perempuan beliau), bilang ada progress dari adik beliau! Abi bisa masak sayur! Wii!" "Dulu juga sering bikin sayur di Indonesia." "Waktu kita nikah?" (Perasaan aye aja jarang turun dapur...apalagi doski dah...modalnya warung kiri-kanan) "Sebelum nikah." Another side of him...yang baru kebuka sekarang. Cihui. Suami pinter
|
Rabu, 29 November 2006
SURPRISE!! suamiku bikin sayur!!
Sabtu, 18 November 2006
Resmi
Dari diskusi dengan guru Muhammad, Mrs Tucknott pada parents evening, Muhammad akan memulai belajar dengan year 1! Umi terharu. Berjuang supaya si bujang bisa loncat kelas udah 2 tahun lalu. Ketika di nursery anak-anak lain masih mewek ditinggal ortu, Muhammad sudah lancar baca. Di Reception, ketika murid lain baru belajar phonetic sound, Muhammad sudah bawa pulang bacaan stage 5 (Arik di year 1 mulai stage 3-5...udah topset padahal). Semoga, chalenge ini membuat dia nggak bored lagi. Anakku kalau bored, bisa destructive! Cari perkara sama siapa saja...(biasanya sama Abang Arik atau Umi), lalu ngamuk nggak berenti-berenti. (Kayak siapa ya? *celingukan*)
|
Slime...Nylon...Sebel
Ada dua practical lesson yang saya sebeeel banget. Slime! New syllabus (kata Mr donneky). Bikinnya PVA glue sama borax solution. Sederhana sih. Cuman, wadooooh, sudahannya. Alamaaaak. Lengkeeeet ke mana-mana. dah direndam sama sabun dan air mendidih semalam dua malam....beberapa beakers tetap kotor. Karena ngerbersihinnya dengan tenaga super gitu, ada deh, lima atau enam beakers pecah. Hiks. Ironisnya, year 10 sama year 11 udah terkena demam slime! Begitu masuk kelas, nyanyiannya seragam, "May we have a slime, Dr. Gray. Will we be doing a slime, please?" Yang di sini gondoks. Yee, murid year 9! Year 9 looh, merayu-rayu guru mereka minta practical slime. Not a chance, darling. Not a chance. Wait till next year. -Hopefully, there will be another new syllabus...without the slime in it..." *Sigh* Mereka suka sekali. Slime dikasih pewarna makanan...udah lah, pada main bekel deh. Tuh slime di pantul2kan di lantai. Untungnya hanya satu kelas lagi yang belum ngerjain slime. Nylon. Hueek. Pas buka botol diaminohexane.....baunya menusuuuuk. The worst of all. Worse than bromine...(walo nggak seberhaya Br seh) Masukkin ke beaker dalam fume cupboard, trus ditimbang di luar, sambil nahan nafas. Tau nggak berapa harga satu botol sebacoyl chloride? 14 pon, sodare, isi 25 ml. Satu botol untuk 250 ml reagent! Sekali practical!! Asli lah, manyun-manyun. (*mean lab technician*) Udahlah nyiapin chemicalnya pake ligh headed karena pengaruh baunya....abis jam pelajaran... Mau murka deh!! Masa, murid dibiarkan guru (guru baru) pake measuring cylinder untuk bikin nylon? Mestinya pake ceramic crucible. 15 measuring cylinder berakhir di dalam tong sampah! Nggak mungkin dibersihkan! Udah gitu, stirring rod penuh lilitan nylon. Tarik nafas dalam-dalam.... Part of the job, innit?
|
Selasa, 14 November 2006
Kangen naik gunung
Kangen menapakkan kaki ke cadas curam dan tajam. Kangen menghirup udara pagi yang dinginnya menusuk tulang.. Kangen bangun pagi hari dan menikmati awan mengemas yang menawan... Kangen minum kopi di api unggun dan merajut persaudaraan.... Kangeeen alam. Kangeeeeeen |
Selasa, 07 November 2006
Bonfire, kiamat dan perang
|
Jumat, 03 November 2006
Arik's school council election..
Arik's school council election Sebelum half term, pulang kerja, Abi menyodorkan secarik kertas. School council election form. Arik mengajukan diri sebagai kandidat school council. Aku asli terlongo. Nggak salah nih? Anak sulungku cenderung pemalu. Banyak meniru sifat abinya. Walau, akhir tahun reception year, dia dapat Headmistress Special Award, untuk the best confidence apa gitu. Dari sangat pemalu, jadi joining di kelas, kali. Pikir saya. Ternyata, menurut guru year1 dia, Mrs Greener, Arik tidak pemalu, kok. Umi Cuma bisa meng’o’. Aniway, balik ke election. Saya dan suami ketawa-ketawa di belakang Arik. School council? Nggak salah nih? Dalam form, Arik menulis: Reason why you want to be a school council: I want to make school a better place. Umi nyengir doang dalam hati, bari menambahkan, make it a better place to learn to be good muslim….bla bla bla. Kita sudah lupa sama form itu. Asumsinya, paling main-main. (Note: Arik belum juga 7 taon!!) Kemarin, Arik lapor (Atau Abi kali ya), tomorrow Arik has to make a speech.
School council. Asli, Umi takjub. Anak usia 7 tahun disuruh pidato untuk pemilihan school council? Perasaan dulu, pemilihan ketua kelas SD juga nggak dari kelas 1 atau 2 deh.Paling kelas 3 baru ada ketua-ketua-an. Arik cerita kalau Leon, Skayla, Matthew, dan siapa lagi gitu, said, they would choose Arik. Hm. Umi mulai was-was. “So, what are you going to say in your speech?” Semua siap-siap berangkat pagi hari. “I want to make shool a better place.” “How?” “What?” (Mirip ‘whock?’ bunyinya...what geordie gitu lah) “How are you going to make it better place?” Wajah tidak suka. “I don’t know!” Ah well. Pulang kerja. “How was the election? Who is the school council? Is it your friend?” “We don’t know it yet.” “Why?” “It had not been counted. Maybe tomorrow.” Suddenly, I want to put him back inside my womb. Aren’t they growing up too fast? |
Tune in lagih
|