Sabtu, 25 Agustus 2007

7 kali masuk keluar rumah sakit, di kamar 7, Ibrahim Faruqi lahir di ruang operasi

Hari-Hari Jelang Kedatangan Ibrahim Faruqi

 

25 Juli Rabu

Appointment dengan Alison, community midwife. Cerita, kalau semalam sempat ada labour scare, ada kontraksi walau tidak teratur, namun terus. Alison mengirim ke RVI hari itu juga. Masuk RVI jam 6.30 pm ke maternity assessment unit. Satu dokter India muda bertanya dengan agresif, “You know the difference between bracton hicks and labour contraction, don’t you?”

 

Yee, saya mah nggak pengen kok ke RS. Ini juga dikirim midwife karena kehamilan sebelumnya, kisahnya hampir sama.

 

Malam itu dikirim ke ward 34 dan esok siangnya boleh pulang. Horeee.

 

31 Juli Selasa

Appointment dengan Miss E Michael, konsultan. Yang menangani Elaine. Elaine minta sore itu masuk ke ward 34, siap-siap untuk tinggal at least for a week time.

Minta masuknya esok saja, karena Abang ada eye test.

 

1 Agustus Rabu

Datang ke ward 34 sendiri. Abi dan anak-anak di rumah saja. Masih capek dari kegiatan sehari sebelumnya. Kamis Sarah datang. Abi dan anak-anak juga, sekalian ambil kaca mata baru Abang Arik. Jumat Dr Jason *Yang pede itu* datang pagi hari, memastikan, masih puasa atau tidak.

Siang Julie mau ECV, tapi kepala bayi sempat di bawah beberapa menit, kemudian pindah lagi. Masih 1 cm dilation, susah pecah ketuban. Dikirim pulang, diminta datang Jumat lagi.

 

4 Agustus Sabtu malam, ada show dan tightening. Telpon ke MAU, disuruh datang ‘NOW!’. Pak Yazid dan Umi tinggal di rumah, menemani anak-anak.

Ya, kontraksi....1 X 3 menit....

Pindah ke delivery room.

Masih 1 cm....Tidak bisa pecahkan ketuban...

Pindah lagi ke ward 34....

Dr. Jason menjamin, Senin dia akan memutar bayi dan memecahkan ketuban.

Note: Setiap pemeriksaaan, posisi bayi tidak ada yang sama dari yang sebelumnya. ‘All over the place.’

 

Senin, the delivery ward is extremely busy....you can stay here untill Friday, or you can go home...

 

Pulang lagi Senin itu.

 

10 Agustus, Jumat.

Datang sebelum jam 8 dengan Abi. Dikirim ke ward 32. Dijemput ke sana oleh midwife setelah jam 8.30. Masuk induction room. Baru ditengok midwife dan dokter 3 jam kemudian. Dikirim ke ward 34. Boleh makan dan minum. Nanti, kalau ruang theater kosong, kami akan jemput kamu ke sini.

 

Ward still extremely busy.

Julie minta maaf dan meyakinkan Senin nanti akan ada resouces dan space untuk Umi. Disuruh balik Senin lagi.

 

13 Agustus, Senin

Balik lagi. Kali ini datang agak siangan.

Dr Abdul dan Dr Rabia Sami. Minta ditangani lady dokter saja. Namun, Dr. Abdul bilang, mereka masih junior, tidak akan bisa melakukan ‘breaking the water, kalau masih 1 cm dilation’.

Namun, ketika Dr Rabia Sami memeriksa dalam, sungguh, amat teramat sakit. Belum lagi, rasa malu kalau harus minta Dr Abdul yang menangani.

Julie datang. Julie ngasih option, tetap dengan memakai prosedur tablet, atau pulang, namun kembali lagi Jumat.

Kalau Dr Rabia Sami yang nangani, aduh, nggak kuat tanpa pain killer. Pulang saja deh.

 

17 Agustus, Jumat

Datang lagi, kali ini sendiri dulu. Abi nyusul....Makin nggak pede saja akan ada ‘real action’, he he he.

 

Hari Jumat pagi, seperti yang disuruh Julie, saya kembali ke RVI. Kali ini sendiri, setelah jam 9 pula. (Sampai di ward udah hampir jam 10 *nyengir*)Pengalaman yang sudah-sudah, datang sebelum jam 8 pun (dulu disuruh datang jam 8), baru ditengok jam 11. Asumsinya, paling ntar kayak begitu. Sedang Abi menyiapkan anak2 untuk pindah rumah ke Tante Nur.

 

Begitu sampai, di lorong ada Dr. Abdul dan yang lain. Bertukar salam. Namun, sekilas, nampak muka beliau agak mendung. Kali, masih kepikiran dengan penolakan saya yang dahulu ketika akan ditreatment beliau.

 

Begitu sampai di midwife station, Kristy, midwife ceria yang curly, langsung menggelandang ke ruang induksi.

“We are not going to allow you home without your baby, today, Maimon.”

 

Wah.

 

Langsung diperiksa tensi dan sebagainya. Sekalian bilang, kalau suami masih mengurus childcare anak-anak.

 

Abi datang. Tak lama kemudian, Dr Abdul datang bersama beberapa orang. Beliau menyalami Abi. Bertanya tentang anak-anak bagaimana, siapa yang menjaga.

“Your friend is very kind.” (Hallo, Tante Nur, Om Hery)

“Yes, they are, alhamdulillah”.

“You will have to let me do it this time.” Wajah beliau prihatin, namun juga seperti sudah membulatkan pikiran.

Kami mengangguk. “Whatever the best for the baby, Dokter.”

 

Jam sebelas lewat, tak lama dari kedatangan beliau yang pertama, beliau datang dengan alat scan.

As usual, kepala baby sudah berubah lagi dari posisi terakhir scan. Sebelumnya di 4, sekarang di 10 (bayangkan jam dengan 12 tangan). Dr. Abdul menekan ke arah atas. Kepikiran, apa maksudnya, menjadikan kepala pas di atas? Dalam waktu kurang dari semenit, beliau berkata, kepala sudah di bawah.

Asli, melongo. Secepat itu? Selembut itu? Tidak ada rasa sakit sedikit pun? Dikira Julie sudah paling  lembut memutarnya, namun Dr. Abdul lebih lembut lagi.

 

Ketika discan, betul, kepala sudah dibawah.

 

“I am going to break the water now. You can still be covered.” 

 

Kepada Allah sajalah dikembalikan segala sesuatu.

Alhamdulillah, Dr Abdul sangat mengerti perasaan saya. Dan, wajar, kemudian  saya tahu, Dr. Abdul hari itu, merupakan Dokter paling senior di Maternity Ward. Di sana ada 4 peringkat dokter. Dokter junior, registrar, senior house registrar, lalu the top man (ini kalo nggak salah tangkap ya, jenjangnya). Dan Dr. Abdul yang the top mannya.

Allah sajalah yang menggerakkan hati beliau untuk langsung menangani saya.

 

Dan betul, dengan tetap tertutup aurat, Dr. Abdul memecahkan ketuban. Walau sakit. Namun, karena beliau juga Muslim, jadi  tidak ragu juga untuk berdzikir agak keras.

 

Wajar dikatakan air di sekitar baby masih banyak. Ketika dipecahkan, walau awalnya merembes, namun ke sininya, air itu menderas seperti tap water.

 

Jam 12 dipindah dari Induction room ke delivery room.

 

Room 7.

 

"This is my seventh coming to hospital, you know."

 

"Dear me, you must be fed up with us all."

 

"No no no."

 

"I hope your room, number 7 is a lucky number for you."

 

Allah suka nomor 7.

 

Yang menangani sudah ganti-ganti. Kadang Kristy, ada juga Alison, lalu siapa lagi. Tapi yang terus bersama sampai malam Kate Wilson, bidan tua yang, wah, asli, bikin ketakutan akan MRSA sangat terasa. Ada Una, ahli anestesis.

 

Becky, dokter wanita, memasangkan kepala drip. Dikasih sintocinon (?) untuk membuat kontraksi datang. Jam 13 ish, kepala bayi seperti pindah ke posisi 5. Planning Caesar langsung dibuat. Una datang. Menunggu ruang theatre kosong, lalu akan tiba giliran dibedah. Wah, kaget juga, secepat ini? Dr Abdul datang, memeriksa dan mengembalikan kepala ke atas pelvis. Diskusi tentang timing dan sholat Jumat. Dr. Abdul meyakinkan Abi kalau Abi masih sempat sholat Jumat. Operasi akan dilakukan setelah Abi datang.

 

Jam 14 kepala bayi diperiksa lagi, masih stabil di atas pelvis. Sementara rencana Caesar ditunda. Dilihat lagi progress ke depan.

 

Rasa sakit kontraksi mulai menghebat. Orang-orang berkata, sakit kontraksi karena induksi jauuuh lebih sakit daripada kontraksi normal.

 

Betul.

 

Pada puncak rasa sakitnya, bisa 3 X lebih sakit daripada melahirkan bujang-bujang. Udah gitu, kalau bujang-bujang sakitnya perlahan naik, dan makin sering, sampai akhirnya 1 X 3 menit. Kalau ini langsung 1 X 3 menit dan sakiiit. Jadi, agak terkaget-kaget juga.

 

Jam 9 periksa dalam, bukaan 3.

 

Wah, dari bukaan 3 (yang disebutnya juga early labour bagi yang sudah punya anak 3), kalau  1 cm = 1 jam, berapa lama lagi?

 

Karena gas and air (ethonox) membuat fly yang membuat susah dzikir. (Asli, fly itu tak enak), minta epidural saja. Karena chance operasi dan dengan sendirinya memakai epidural pun masih tinggi, sekalian saja. Dan ternyata persiapan epidural itu juga lama. Jadi, sejak jam 9, mata melulu melihat ke jam. Detik menuju angka 9, isap gas, 7 kali isap panjang, letakkan nozzlenya, cari tangan Abi, dan nikmati rasa sakit campur fly….

 

Ketika akhirnya epidural mulai berfungsi, baru bisa melihat ke sekitar. Yang ngasih epidural bukan Una lagi, tapi night anestesis, Dr. Mike Blundell.

 

Dari jam 10 menuju jam 1 pagi, mulai lega. Bisa sedikit istirahat, walau tak bisa tidur juga. Karena, namanya close observation, setiap saat dilihat ‘trace’ monitor. Baby tidak happy setiap kontraksi. Jantungnya bahkan sampai turun 45-ish. Jam 1 itu periksa dalam lagi. Kali ini bukan Lindsay, bidan malam,  yang melakukan, tapi dokter yang di bawah Dr. Abdul, Dr. Khrisnan.

 

Dan tak memahami perasaan sungkan muslimah.

 

Believe it or not, masih bukaan 3!!

 

Ya, operasi, NOW.

 

Menunggu ruang operasi kosong. Siap-siap dengan berbagai hal. Jam 2 didorong ke theatre.

 

Perasaan udah campur aduk.

 

Yang akan operasi Dr. Jonatan Lartey. Dia menjelaskan side effect yang membuat hati ciut.

 

Dahulu, ketika operasi Wafa, masuk jam 10 lewat, Wafa lahir jam 10.20-ish, 10.40 sudah di recovery. Roughly ½ jam dalam ruang operasi itu.

 

Nyatanya, dengan baby Ibrahim, masuk jam 2, Baby diangkat dari rahim 2.38, baru keluar ruang operasi jam 3.30.

 

Kata Abi, ada slice of me yang dibuang, setebal 3-4 milimeter (mungkin old scar). Lalu, proses mengambil baby pun lama, karena begitu drip dihentikan, dia balik ke posisi atas.

 

Istilah bahasa Umak, ‘perut ini dikuok-kuok’…ada yang mendorong dari atas, ada yang groping dan yanking.

 

Ketika dijahitpun, prosesnya lama. Sepertinya, mereka menggunakan posisi luka lama, hingga jadinya lebih lama.

 

Tali plasenta Ibrahim mengalungi leher dan badan. Tidak sekali jerat, namun dua kali. Itu yang membuat detak jantungnya menurun ketika kontraksi.

 

Alhamdulillah, semuanya lancar.

 

Ada lah pengalaman tak nyaman, namun, toh jihad memang tak mudah. Kalau mudah, ya, serasa kurang maknanya.

 

Semoga Allah menerima jihad ini.

Kedatangan Ibrahim Faruqi




Penantian panjang

Sabtu, 11 Agustus 2007

(Up date Penantian) Do You Have Metal Implant in Your Body? (?*#!?)

Karena tidak bisa balas SMS satu-satu, atau imel satu-satu, dituliskan saja ya updatenya.

Jumat, jam 7 pagi (persis) Tante Nur datang menjemput anak-anak. 2 Bujang sudah sarapan. Wafa belum. Sekalian mengambil anak-anak, sekalian Umi diantar ke RVI. Makasih, Tante.

Abi naik bus dengan lugage dan backpack.

Nunggu di sebelah reception. Hari masih terlalu pagi. 7.15. Baru ada security guard yang manning the desk. Pegawai RVI berdatangan. Coffee shop mulai dibuka. Satu dua pasien dan keluarga membeli minuman panas.

Abi datang menjelang 7.45. Kita naik ke Maternity Unit. Receptionnya agak bingung. Biasanya ibu hamil masuk maternity assessment uni dulu, baru diputuskan akan dimasukkan ke mana. Ini kok langsung ke delivery room?

"Are you having induction today?"

Hm, part of the procedure, sih.

Dia nelpon ke DS.

Do you expect Mrs Herawati? Up to you. Oh, they are having conference at the moment. You just go straight to ward 32.

Loh? Ward 32 kan post natal, tempat Ibu-ibu habis melahirkan?

Iya, supaya kamu lebih nyaman.

Disuruh tunggu di Day Room. Ada satu pasangan bule yang sudah duduk di sana. Nggak lama kemudian, datang midwife, mau menunjukkan di mana tempat tidur.

Loh loh? Kan belum melahirkan? Apa maksudnya, ini tempat tidur untuk nanti sekalian, atau bagaimana?

"You will have your elective caesarean section. Today?"

Ya, nggak tau. Katanya sih, putar bayi dulu, lalu pecahin ketuban. Operasi mah kan option terakhir.

Hm, mulai 'pasti' nih.

Nunggu di ruangan dengan tiga ibu dan tiga bayi. Mulai mengumpulkan kosentrasi. Midwife dari delivery suite menjemput. Masuk ruangan 9 sekarang. Sebelumnya ruangan 10, sebelumnya lagi ruangan 5.

Beliau mulai ngisi form.

Pakai anting? Pakai kalung? Makai plaster? Punya gigi palsu?

He he heh....

"Are we aiming for caesarean section? It looks like the questions are for the procedure."

Yah, siap-siap saja. Jadi, nanti, nggak perlu repot-repot.

Ada metal implant dalam tubuh?

Umi binguuung, maksudnya metal implant itu yang seperti apa? Silicon di boobs? Jelas nggaaak dooong.Semuanya asli kok, sesuai asal pemberian Allah.

Oh, misalnya di lutut ada besi yang mengaitkan kaki patah, atau semacam itu.

Alhamdulillah enggak.

Kita ditinggal lagi.

Lalu midwife yang sama datang lagi, bawa tablet anti muntah. Ini tablet yang selalu diberikan pada ibu-ibu melahirkan normal atau operasi. Supaya tidak mutah.

Abi tanya, pas Wafa Umi dikasih tablet nggak? Rasanya sih enggak. Lha, pas Wafa semua berjalan kilat.

Hari sudah menjelang 8.30. Umi perlu toilet. Kamar yang ini tak ada toiletnya. Akhirnya memberanikan diri ke midwife station. Ada dokter yang ECV Jumat lalu, namanya Julie, juga Dokter Jason. Dua-duanya sedang sarapan.

Julie menunjukkan toilet di induction room. Dan dia janji untuk menemui kita 'in a few minutes time'.....

Bahasa dokter 'few minutes time' = 2 jam. Dua jam duduk dengan Abi di ruangan delivery nomor 9. Nobody came looking at us...just us....

Umi mulai mikir-mikir untuk pulang saja.

Abi dah ngantuk-ngantuk.

Dokter Jason datang sekejab. Membuat umi terperanjat.

"I am sorry. I'll be back in second. Don't worry, it's definitely today. It's today." Lalu doski hilang lagi.

Hm, Umi dan Abi cengar-cengir. Dokter Jason masih belum belajar. Kalau nggak bilang 'insya Allah' nggak jadi loooo.

Jangan-jangan deh.

Kita diskusi; Few minutes = 2 jam. Second? Kira-kira  berapa lama? Abi bilang, mungkin 1/2 jam.

Hampir sejam deh.

Yang datang bukan Dokter Jason, bukan Judith (midwife yang ngambil ke ward 32), bukan Julie, dokter yang ECV. Tapi Kristy, a curly dark hair midwife yang penuh senyum.

Maaf, membuat kamu menunggu. tapi, ward sangat sibuk sekali. Supaya nyaman, kamu istirahat dulu di ward 34 ya. Nanti, beberapa jam lagi, kalau ruang operasi sudah kosong, kami akan jemput kamu ke sana....

Balik ke ward 34??? Bed 7, bay 2...Semua temannya dah ganti. Nggak ada yang lama.

"Umi harus nempelin plakat di bed ini nih," kata Abi. Bed khusus Umi.

Ya sudah, karena juga capek, Umi tidur. Semalam susah tidur soalnya.

Ketika midwife datang, sekalian nanya saja. Berapa jam lagi kira-kira? Boleh minum dikit nggak? Kerongkongan dah sangat kering.

Yah, nanti ditanya ke delivery ward.

Abi boleh tinggal pas quiet time, karena rencananya akan balik ke delivery suite.

"Maimon, they let you to eat and drink."

O o o o ....

Apakah artinya, plan hari ini digagalkan lagi?

Mungkin tidak. Mungkin kamu masuk ruang operasi late at night.

*Sigh*

Makanan yang disediakan porsinya seuprit. Nggak cukup untuk mak-mak yang udah nggak makan sejak jam 6 sore. Jam 8 malam makan something, tapi keluar lagi semua. Karena Abi sekalian ke mesjid, minta dibelikan nasi lunch di mesjid. Tak lama, Umi ketemu midwife di dapur -Umi nyari tambahan makanan-, midwife akhirnya nyariin tambahan makanan.

Habis makan, Abi dah balik dari sholat, Julie datang.

Aduh, kamu pasti sudah fed-up dengan kita ya. Maaf...maaf. Kamu bagitu sabar dengan kita. Tapi, saat ini, delivery suite was extremely busy....

Bukankah hal yang sama juga terjadi Senin lalu? Umi ngerti, Umi bukan emergency case.

Kalau saja Maimon potong kompas, straight to caesarean section, masalahnya akan lebih simpel. Ini karena harus putar bayi dulu, pecahin ketuban dulu dsb.

Hhh.

I had two normal delivery before. If there is any possibility to have one, i will be glad to have it.

Iya.Iya. Kalau kamu tidak pernah normal delivery, kita memang tidak akan mencoba normal delivery. We know that you had twice normal delivery. And we will try to have it now.

Tapi, seakan, Umi jadi sangat ngerepoti orang sekampung.

There is no right or wrong approach on your case, because this is a unusuall case. Sudah week 38 + 5, bayi masih all over the place. So, we treat it as we go.

Julie meriksa, bukaan masih 1 cm. Tidak ada perkembangan. Masih susah pecahin ketuban.

Bagaimana dengan pemakaian tablet untuk melunakkan cervic itu?

Kalau pakai tablet, when we break the water, you might have a painful experience, and we need to give you epidural.

Senin diminta datang lagi.

Umi cuma bisa tersenyum pasrah.

"I will make sure there is a space and resources available for you on Monday, but again, it pretty much depend on the situation..."

Ya. ya...kalau extremely busy lagi....Umi pulang lagi....

Sedih ya.

"There is no guarantee that you are not going to have labour this week end. If comes the worst, baby's hand might come out first, or the placenta dangling out. If it happens, caesarean section is the only choice."

Duh, jadinya, ngerasa ditakut-takuti gini. Yang ketangkap sama Umi: Udah deh, operasi saja. Simpel dan tidak rumit. Lebih aman.

Pulang lagi deeeeh.

Malamnya nelpon Sarah. Sarah menganjurkan, let the nature take its course. If you have to have caesarean section, then be it. When we are fiddling too much with the labour, the result sometimes is not desirable. There is a lot more complication than when we let nature handle it.

Always the voice of wisdom. Sarah's.

Lagian, rumah kan cuma 10 menit dari RVI. It's not that you know nothing about labour sign. You know exactly when you need to go there.

Iya lah, pergi saja Senin itu. Kalau masih 'extremely busy', minta off saja dari register 'putar bayi dsb' dan datang jika dah mau melahirkan saja.

Agak tenang.

Semalam, Umi baru ngerti maksud ini:

TCI 0800  10.08.07  ¬ ECV + I -I0C

Kalau Abi menafsirkan, plus minus ini maksudnya apa? Pake celsius pula....Nggak masuk di akal.

TCL 0800 10.08.07 = datang jam 08.00, pada tanggal 10 Agus.

ECV = putar bayi

+ I = plus induction....pecahin ketuban dan put on drip

-I0 = Kalau induction zero, alias gagal

C = elective caesarean section.

 

Rabu, 08 Agustus 2007

Hari-Hari Penantian

Jumat, 3/08

"Dokternya lupa bilang 'insya Allah'." Umi nyengir.

"Yah, Dokter kan bukan Muslim." Abi nggak melihat jokenya.

Baru saja konsultan meninggalkan bed Umi. Dia baru menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan. Beberapa jam lagi, baby akan diputar, ketuban dipecah dan dilihat dari sana. Apakah harus operasi, atau normal delivery.

Ini sudah pekan 37 + 5. Baby masih jumpalitan. Karena sejarah Wafa: lahir pekan 38, emergency caesarean section, rapid progress of dilation, mereka tidak mau ambil resiko yang sama.

Hari Selasa, 10 hari yang lalu, kontraksi ringan datang tengah malam. Kelahiran dua bujang dulu ditandai dengan kontraksi yang amat sakit dan lama, namun Wafa hanya kontraksi ringan dan cepat. Esok harinya, pas cek rutin dengan midwife, masalah ini disampaikan.

As expected, midwife nelpon RVI dan mendaftarkan Umi masuk Maternity Assessment Unit. Hari itu juga.

Yaa. Pulang, anak-anak makan malam dan berangkat ke RVI setelah jam 6 pm. Put into monitor, two strapping belts.

Yang nyebelin, dokter jaga, satu India, satu Greek bertanya dengan agresif, "You know the difference between labour contraction or bracton hicks, don't you?"

Yee, tau!

"The thing is I have two kinds of contraction experiences...bla...bla...bla." Sejarah lahiran dua bujang dan Wafa. Ini juga, bukan keinginan saya ke sini. Midwife yang ngirim.

Midwife yang nemanin lebih gentle dan understanding. "It is wrong to assume that labour or not is depend on the strength of the pain," katanya ketika sendiri. "Everyone has a different pain level, as well as each pregnancy. Don't worry, "imbuhnya, ketika Umi bilang merasa nggak enak hati sudah menghabiskan waktu MAU.

Malam itu, harus nginap di ward 34. Just to be on the safe side. Padahal kontraksi dah hilang pas tengah malam itu. As expected, boleh pulang. Namun harus tetap balik untuk appointment rutin pada Selasa pekan setelahnya.

Yah gitu. Putusan dokter, sudah pekan 37 + 2, bayi masih jumpalitan.

"I am admitted you to ward 34 now. We are going to try to turn the baby and break the water."

Now? Waks.

Arik ada appointment eye test jam 2. Belum lagi, harus beberes rumah dulu lah, sebelum ke RS.

"May I come tomorrow, please?"

As long as antara jam 9 - 1.30....

Ya udah. Karena anak-anak Selasanya sudah sangat capek. Berangkat dari rumah jam 9 lewat: Abi dan dua bujang jalan kaki *pengiritan ongkos* Umi dan Wafa naik bus pakai weekly buspas. Appointment Umi jam 10 pagi, baru selesai jam 12. Piknik di Leazes Park, lalu main di playground, sambil nunggu eye test Arik. Mestinya jam 2 pm, namun baru diperiksan lewat 2.30. Dah gitu, masih dikasih eyedrops, dan nunggu sampai eyedrops berfungsi. Sejam kemudian baru diperiksa lagi kaca mata yang sesuai untuk Arik. Selesai-selsai dah jam 4.30 pm. Klinik-klinik hampir bubar.

In total hampir 8 jam anak-anak di luar rumah. Muhammad juga agak batuk.

Rabu itu  Umi berangkat sendiri ke RVI.

Mak gendut, ngegeret lugage, naik bus. Karena, katanya, be ready at least for a week stay in hospital. Waduh.

Rabu belum banyak yang terjadi, kecuali kedatangan sekejab dokter yang menjelaskan prosedur yang mungkin dilakukan. Kamis hanya cek rutin. Sarah, our health visitor berkunjung (as a friend, bukan sebagai medical people). Tinggal di RVI hampir sejam. Ngobrol banyak. Anak-anak datang juga dan tinggal sampai sore.

Dengan dokter diskusi timescale prosedur esoknya. Ke delivery room mungkin jam 9 -10. Bayi diputar, ketuban dipecah. Tunggu 3 jam untuk kontraksi datang normal. Jika tak mungkin memecahkan ketuban, pakai tablet yang bekerjanya 6 jam, at the most 2 tablet. Jika 2 tablet tidak juga bisa menolong dilation, maka caesarean section option terakhir. Jika tablet bekerja, lanjutkan nunggu 3 jam, jika tidak induksi. Jika ada kontraksi, maka 1 jam 1 cm. Kira-kira harus memikirkan childcare sejak Jumat sampai Sabtu siang. Gitu.

Anak-anak akan diantar Abi ke Tante Nur Jumat pagi, siap-siap untuk menginap.

"Today," Konsultan sangat yakin, "you will have your baby."

Betulkah?

"Mereka banyak yang nggak percaya sama Tuhan,"tambah Abi ketika Umi bilang, bisa saja kan bilang 'God willing'....Abi masih belum bisa liat jokenya.

Baru dibawa ke delivery room setelah jam 11 lewat. Mana kerongkongan dah kering dan lapar. Disuruh puasa sejak midnight.

Jam 12 lewat barulah masuk 6 orang. 2 midwife, Alison dan siapa gitu. Dokter kandungan dan 3 junior dokter yang sedang belajar.

Dokter akan memutar bayi. Ketika dia periksa....

Suprise-surprise!!!

Kepala pas di bawah !!

"This is magic! i don't have to touch  mummy's tummy. Just do like this." Dia ketawa-ketawa, meletakkan tangannya beberapa senti di atas perut.

Junior dokter bergantian memeriksa. Iya, betul, kepala di bawah. Supaya makin yakin, pakai scan. Betul kok, kepala di bawah.

"Tell Jason, this is the quickest ECV ever in history,"teriaknya ke arah pintu. Di luar terdengar suara konsultan lelaki yang tadi menemui ke ward 34.

Oke, masuk next stage, pecahkan ketuban.

Sekarang tinggal dokter dan dua midwife.

Hm, masih satu senti. strecth dikit ya cervicnya. Kepala bayi mulai wiggling, katanya. Midwife diminta memegang fundus supaya kepala bayi nggak gerak-gerak....

Yaaah, semenit kemudian, bayi memutuskan, he had enough of this poking around. Dia memindahkan kepalanya ke kiri.

Plan aborted. Ketuban tidak jadi dipecah. Bikin plan baru. Diskusi dulu sama konsultan, tapi.

Kita bengong sejaman di ruang delivery. Sementara, sholat Jumat sebentar lagi.

Dokter kembali. Plan terbaru? Disuruh datang Jumat depan untuk prosedur yang sama. sekarang boleh pulang.

Okeeee.

Abi ke mesjid, Umi nunggu di reception area.

Teman-teman Ibu Indonesia berkunjung Jumat sorenya. Ketawa-ketawa mendengar kisah bolak-balik ini.

Sabtu, habis sholat Isya, mau bobo, kok ada mucus. Show itu mucusy discharge with a tinge of red or brown colour. Kalau ini, yellow or brown? Aduh, mana lampu nggak konsisten lagi. Lampu di toilet bilang, brown. Lampu di living room bilang yellow.

Ya sudah telpon MAU. Jam 9.30.

"Ada kontraksi nggak?"tanya midwife.

Ada sih, tapi nggak sesakit dua bujang.

"Oke, Maimon, we are waiting for you here."

Anak-anak dah tidur. Gimana dong?

"Can I wait for another hour to make sure about the contraction?" Mengulur-ulur waktu lah. kalo bisa nggak usah datang saja. Udah malam, lagian juga baru kemarin balik dari RVI.

"No, we are waiting for you here, NOW."

Yaa, deh.

Allah menakdirkan pasangan suami-istri teman Malaysia baru saja selesai berkunjung. Mereka masih dalam mobil, menuju rumahnya. Disepakati mereka akan menginap di rumah, menunggui anak-anak.

Yes, according to the monitor, you do have contraction. And it is every 3 or 4 minutes. Off you go to delivery suite. Hari masih beberapa menit menuju Minggu.

Pukul dua pagi Dokter Elaine datang. Dari luar sudah terdengar suara dia. Ini dokter di ward 34 lalu.

Oh dear, masih 1 cm dilation. We are not in labour. ya sudah, bobo saja lah dulu. Panggil kami kalau kontraksi makin menyakitkan.

Nyengir pasrah.

Jam 8 pagi, Abi balik ke rumah. Dokter Jason mau memuter bayi Senin. Dokter yang meriksa pada Jumat siang tidak sepakat. Karena, tanpa diputar, kepala bayi bisa ke bawah sendiri, namun juga bisa berubah dalam hitungan menit. Dokter Miss E Michael yang konsultan di ward 34 juga kurang sepakat dengan Dokter Jason. Setiap argumen dua dokter perempuan ini dipatahkan Dokter Jason dengan, "I will do it tomorrow. I am in tomorrow. It should be done tomorrow."

Umi dipindah kembali ke ward 34.

"Hello again Maimon." sapa Wendy, midwife yang beberapa hari lalu ngurusin. Teman yang seruangan geleng-geleng. "The baby still hasn't made his mind, has he?"

Tempat tidur masih yang dua hari lalu, bay 2. So what next?

Nunggu deh. Again, jam 11 siang itu, Dokter Jason berkunjung.

"I will turn the baby tomorrow and break the water." katanya dengan keyakinan yang sama seperti hari Jumat lalu.

"What if the cervic still 1 cm dilation?"

"I will do the turning and break the water." Ada penekanan 'I' yang kentara. "You will go back and forth like this if we don't do this."

Iya sih. Third time already.

Puasa lagi sejak midnight. Jam 9 pagi, Wendy datang, nanyain masih puasa kan? Orang di delivery suite, ingin kepastian. Iya, masih. Good.

Jam 10, Wendy bilang, prosedurnya baru akan dilakukan 'toward lunch time'.

Eh, boleh minum dikit, kalau gitu? Dikit saja.

Wendy akan nanya. Dokter semua masih di ruang operasi.

Abi masih tinggal di rumah, karena belum jelas juga jam berapanya.

Jam 11 kurang, Wendy bilang, orang dari delivery suite bilang, Maimon boleh makan dan minum.  Kita pandang-pandangan. Bisa jadi, prosedurnya ditunda dong? Mungkin.

Ya sudah, makanlah sereal yang ada. Belum selesai sarapan tertundanya, Dokter Jason datang.

"Delivery Ward is extremely busy at the moment. It is quite dangerous to do the procedure now, because there is not enough midwife to observe the procedure closely. I can stay longer. But we can also do it on Friday."

Oke.

"You can go home, or you can stay here until Friday."

"What is your profesional judgment?"

"I think you can go home."

Fine, home I went.

Mak-mak makin gendut, narik lugage, nyandang backpack :-)) Nunggu bus. What a sight.

Ada banyak curious glance sepanjang jalan. Sebulan lalu saja, setiap ngobrol sama orang, mesti ditanya, when are you due? Karena Umi sudah huuuuge, tapi masih ngider. Cemas, kali, kalo lahiran di tengah jalan. He he he.

Muhammad muntah pagi itu. Kasihan kalau digeret2 jemput Umi.

Senin siang sampe malam, banyak istirahat. Tinggal di RS artinya all night interupted sleep. Namanya juga RS lah.

Selasa nambah stok masakan jadi yang dimasukkan ke frozen.

Sekarang Rabu....

Counting down to Friday....esok Kamis....dan ....there we go again. Coming Friday, back to delivery suite.

"What a day you must have," isi SMS Sarah.

Yes, what a day....what a waiting time.

Allah menginginkan penantian yang lebih khusyu menuju masa jihad ini.

Sudah khusyukah Umi?