Kamis, 28 Desember 2006

Oops, it happens again!!







Januari 2001, berencana naik haji, bareng suami. Anak akan dibawa saja. Tahun itu, muslim di UK akan haji 'ngoboi' semua urus sendiri.


Syawal, positif. Lahir Muhammad September, sehari sebelum WTC tragedi.


Desember 2002, berencana lagi. Sudah daftar ke travel. Sudah bikin appointment suntik meningitis. Sama nurse, karena jadual tamu tinggal lima hari lagi, disuruh kembali pas tamu datang.


Tamu nggak datang. Lahir Wafa Agustus 2003.


Oktober sudah ngincer travel dan merancang segala keperluan. Apply extension visa UK dulu, karena visa kita hanya sampai Desember ini. Udah bayar biaya haji ke travel. Udah pembagian kelompok dst.


Termasuk, sudah suntik meningitis.


Quite optimistic. Insya Allah, tahun ini berangkat.


Harapannya paspor dikembalikan home office pertengahan Desember. KArena, mereka tidak mau memproses di one day sevice. Jadi, via mail service.


Ditunggu Kamis (Senin grup berangkat), paspor nggak datang juga.


Yaaa, nggak jadi lagi deeeeeh.


Rejeki Allah, positif.


(Suntik Meningitisnya...gimana ya?....)


Insya Allah, yang keempat, sampai deh ke Al Haramain.


Amiin.


 


Belagunya lidah







Pertama, maunya yang serba goreng atau tumis. Bikinlah nasi goreng....bahkan bela-belain bikin mie goreng sebelum makan!


Setelah itu, enegh sama bau onion goreng, he he he.


Ganti, maunya yang serba kuah. Bikin bakso deh, sesore-sore hari. Pedes, asem tomat, daun jeruk, sama kecap. Enaaak. Dua kali tahan sama yang kuah-kuah.


Trus, ngeliat sisanya di panci, enegh.


Trus serba seafood. Udang dan smoked herring. Sampe bela-belain ngemil herring (sembunyi-sembunyi).


Dua hari kemudian, ngebaui sisa goreng herring, asli ENEG!!


Semprotin rumah sama pengharum ruangan, masiiih aja. Akhirnya ngebuang minyak bekas penggorengan. Baru, agak mendingan.


Trus, balik ke bakso. Sekali, oke. Esoknya, neg!


Kemarin, malah yang kebayang, mash potato, sama tuna mayo, pake cheese on top. Kayaknya kok enak.


Bela-belain bikin menjelang Maghrib. Arik juga suka. Muhammad juga. Wafa cuman makan tuna mayonya doang.


Pas sahur, ngeliat mash potato, enegh lagi deh.


UH HUH!! Lidah belagu!!


 


 


Sabtu, 09 Desember 2006

GUILTY!!! (feeling)







Ketika anak satu, nyampe di UK pas dia usia 4 bulan, saya punya banyak kesempatan untuk menjajal serba-serbi UK. Mulai dari yoghurt segala jenis. Coklat serba rasa, sampai segala minuman kopi aneka rupa. Pokoknya generous lah sama diri sendiri. He he he. Kalau suami paling liat atau kadang ikut icip-icip.


Punya anak dua, atau sejak yang pertama mulai suka dengan yoghurt orang dewasa, udah deh. Segala jajan Umi stop. Semua untuk bujang dan gadis. Beli cream caramel, Umi cuman masukkin ke packlunch boxs doang. Nggak pernah makanin. Kalau nyendokkin yoghurt, Umi nggak tega untuk minta. Kecuali kalau Abi ngambil satu pot, ya, udah, semangat minta disuapin. He he he. Banyakin yang disuapin daripada yang ngambil ke fridge.


Bahkan ke buah segala!! Kalau musim paceklik, beli buahnya khusus mereka saja.


Tak terkecuali free lunch Umi dari tempat kerja, dibekelin pulang untuk bujangs.


Kalau belanja baju dan sepatu, juga nggak ngitung kalo ke anak dan suami. Giliran ke diri sendiri, ke charity shop, yuk?


Baru kemarin merelakan diri belanja sepatu. Itu juga karena sepatu yan dipakai sudah koyak, masuk air kalo ujan.


KAdang ada sih 'gugatan' ke dalam diri.


"Ayo Emak-emak....jaga kesehatan. Walau dah mak-mak, perlu juga calcium. minum susu dong. (Kilah: susu mentrigger asma....halah), makan sayur dong...(iya, iya....tapi nggak sempet masak...dah gitu Abi nggak terlalu suka sayur yang dimasak...halah lagi.)


Kemarin, karena tergoda, namun juga karena sok 'british tulen', terperangkap di winter market, dan merelakan uang 6 pon something ( 6 pon!! ) untuk dua bungkus kecil pinachio dan walnut.


Adanya GUILTY!!! Perasaan yang nggak ilang walau sudah menghibur diri, bahwa bulan ini ada rejeki lebih.


Hh.


Ever felt that way?


Sabtu, 02 Desember 2006

Evolusi Pandangan(ku) Poligami







Evolusi Pandangan(ku) Poligami


Ketika masih gadis ting ting, usai mentoring sama Mbak Tiwik, saya, Ela, dan lain-lain diskusi masalah poligami. Intinya, kami sepakat.


Maka kami lalu 'berbagi' tugas. Euis ahli masak, maka Euis kosentrasi ke sana. Saya akan banyak aktivitas di luar. Ela yang banyak menemani suami keliling. Masih ada satu 'tempat' kosong. Maka kami menawarkan 'suami' pada Umi -mahasiswi asal Malaysia.


"Aku mau jadi istri keempat, kalau dia sudah menceraikan kalian semua."


Ketawa lepas semua.


Ketika sudah mulai aktif, saya masih memegang konsep yang sama. dengan seorang sahabat malah saling menawarkan, nanti mau berbagi suami tidak.


Ketika sudah menikah dan boyongan ke UK, saya masih pro poligami dan menawarkan pada suami seorang sahabat yang masih sendiri.


"Kalau keuangan kita memungkinkan, maukah Abi mengambil sahabat Umi? menolong dia?"


JAwaban suami nggak tegas. "Gaji dosen barapa sih Umi? Pandangan masyarakat bagaimana?"


Lalu poligami hilang dari diskusi. Karena sahabat itu sudah disunting seorang pria yang beruntung. Juga karena kami masih di UK. Jauh dari hiruk-pikuk aktivitas.


Sampai setahun lalu, angin poligami berhembus sampai ke Britain Raya. Saya masih cool dan 'why not' gitu loh.


Namun, beberapa cerita, sungguh, hm, kayaknya harus dikaji ulang nih posisi pendapat saya.


Jika istri pertama dan keluarganya sampai menteror calon istri kedua, jika istri pertama stress dan menutup diri, jika istri pertama malah meminta berpisah, jika anak-anak tersiksa....jika secara ekonomi malah dua-duanya istri menopang bahtera rumah tangga, sedang suami tenang-tenang saja;


bagaimana mungkin seorang kekasih, belahan jiwa, kepala rumah tangga meneruskan niatnya? membangun rumah kedua dengan menghancurkan rumah pertama?


Mengasihi yang kedua, namun menyakiti yang pertama? Tak punya kemampuan ekonomi bahkan untuk mencukupi yang pertama?


Aduhai...


Lalu di mana baiknya?


Apakah saya rela berbagi suami?


Kata suami, "Umilah yang pertama dan terakhir."


Saya tidak tahu jalan hidup ke depan. Namun harapannya, semoga kami bersatu kembali di surga.


 


 


 


 


Flirty Bucthery


Napa ya?



What's wrong with my attitute?


Dulu saya selalu belanja daging di AM,  toko milik teman Da An -suami. Orang Libya. Sekarang, tokonya dikelola orang lain.


One day, kok, butchernya jadi sangat perhatian gini. Nanya macam-macam. Ketawa dan seterusnya. Tatapannya juga...


Aduh, jadi ngeri!


Nggak pergi belanja sama anak-anak. Soalnya langsung dari tempat kerja.


Sereeem.


"Umi nggak mau ah Bi, kalo belanja tanpa Wafa."


"Kenapa?"


"Supaya orang tau Umi ibu-ibu yang sudah berkeluarga." Lalu cerita tentang butcher ajaib itu.


Sejak itu, saya tak pernah belanja ke sana.


Bersamaan dengan Medina, toko dekat rumah, dapet sertifkat halal dari Wales.


Ya, sudah, ke Medina saja.


Tapi, alamaaak. Saya sudah kenal sekali dengan semua butcher di sana. Ada empat. Mereka pasti hapal saya sering datang dengan tiga anak. Memang, malam itu saya nggak sama anak-anak. Biasa, pulang kerja.


Tapi,...adddoh, napa jadi ada yang flirty gene?


Saya memang biasa nanya, "How are you brother?" Tapi, mah, kan pertanyaan biasa. Saya juga nggak senyum-senyum genit kok.


Pas saya lagi dengeer radio. Masa, berani-beraninya minta denger saya lagi denger siaran apa?


Asli, takjub dan sebel.


"Umi nggak mau Bi, belanja daging di Medina.Abi saja." Nyampe di rumah dongkol itu masih bersisa.


"Kenapa?"


"Ada yang ...flirty."


Saya nggak yakin suami ngerti kata ini.


"Siapa? yang di kasir?"


"Ah, mereka mah baik. Bukan. Yang bucther."


Ya udah, walau segan dan sungkan akhirnya cerita.


"Kan nggak pantes, Bi."


Suamiku setuju.


Tadi, di sekolah, ada lagi kejadian yang bikin saya terpaksa melihat ke dalam diri.


Ada apa dengan sikapmu, Imun?


Kenapa mereka jadi flirty sama dirimu? How did you look and smile? How did you carry yourself?


Apa perlu bawa poster? 'Happily married woman with three children?"


Nelangsa. Sungguh. 

Sopir Bus Congkak







Sehari-hari saya loncat naik dan turun bus. Nomor 12 paling dekat menuju city centre. 32 juga, cuman 32 bus kecil, tak low liner. Pushchair tak bisa naik, kecuali dilipat. Dari citycentre, menuju tempat kerja yang sekolah bisa naik 80, 81, 38, atau 1. Ambil dari Odeon. Tempat kerja yang bersih-bersih, dilanjutkan dengan naik 30.


Namanya naik nomor tertentu, jadi hapal lah sopir-sopir yang nyupir jam-jam tertentu. Kalau pulang, biasanya bus 12 disopiri gadis cantik, blonde, curvy dan murah senyum.


Kalau pagi, bus 12 sering sama Bapak Pakistan yang pernah ngomelin saya. Gara-garanya, saya nggak menemukan karcis. Saya kira di saku tas, nggak ada. Bolak-balik cari dalam tas.


Panik.


 Baru ketemu di saku jaket. Saya baru ganti tas.


"Kalau mau naik, siapkan dulu karcisnya," omel Uncle. Mata itu tak ramah.


Dongkol juga. Karena, saya selalu siap dengan karcis di tangan.


"I just changed my bag this morning. I forgot, I put the ticket in my pocket instead."


"Next time, have it ready before you get on."


Yaa, Uncle. Ini kan baru sekaliii.


Pas turun, karena masih sakit hati, saya jalan saja, kayak sebagian besar anak muda di sini. (Kalau pergi  kerja, seringnya saya saja yang bilang, "Thank you." Sisanya, loncat dan kabur. Tapi, kalo perginya siangan, bareng generasi tua, sudah bisa dipastikan, "thank you" dan senyum ada di setiap bibir. Hayo, kenapa?)


"Thank you,"teriak Uncle di belakang saya.


Dih, Uncle. Nggak kebalik?


Manyun sendiri.


Nggak tau juga ya....pagi itu saya tidak bisa berbesar jiwa, he he. (Mungkin, PMS kaliii) Soalnya, ada yang lebih sadis dari beliau, sopir bus 1. Saya memang sudah berdiri di Northumbria Uni. Ini karena, saya agak jera berdiri pas bus menikung dan menurun. Asli, kalau tidak kuat memegang rail, terbanting kiri, kanan, depan belakang. Kadang, melihat kita terpapar kiri kanan itu, sopir tersenyum tipis. Jadi su'udzhon, jangan-jangan, sengaja. Hi hi hi.


Bapak tua itu memberhentikan bus di depan NU.


Trus beliau melihat saya. Lha, jelas saya kaget dan panik. Mau turun, masih satu setopan lagi.


"I did not press the button." Sungguh, tangan saya jauh dari tombol itu.


"But you stand up!" Sopir murka.


Alamaak. "Sorryyyy."


Mendengus sang sopir menekan gas. Hampir membuat saya terjungkal.


Saya bergeser mendekat cubiclenya ketika akan turun.


"Thank you very much for your kindness. You stopped for me , even I did not press the button. That's very kind of you. I am sorry that I troubled you. Thank you."


Wajah yang tadinya bersungut itu berubah ceraaah sekali.


"It's okay, love. Tara now."


Di sini, Geordies, biasa memanggil sesama dengan pet, love, darling, bonny lass etc.


Pertama dipanggil gini sama sopir yang nganterin komputer kita 6 tahun lebih lalu. Thank you love. Are you American, Lovie? (Karena aksen saya masih sangat Amerika saat itu). Duh, telinga saya gatal denger 'love' dari a complete stranger. Suami aye aje nggak pernah dah panggil 'love'.


Sekarang sih dah kebal. Biasalah dipanggil pet (binatang peliharaan, ha ha ha), atau sunshine, atau lass (anak gadis...udah emak-emak loo), atau darling, love, dsb.


Eniwei, yang ingin saya ceritakan menyangkut orang lain. Pagi, beberapa hari lalu, sepasang suami istri Arab naik bus setelah saya. Sang istri berwajah muram. Suami minta tiket single dan satu return. Istrinya disuruh suami duduk ke dalam, sementara suami membayar karcis.


"No change," kata sopir. Sopir yang agak bongsor dan botak.


Biasanya, kalau nggak ada kembalian, disuruh duduk, nanti kalo ada kembalian diberikan balik. Dulu saya begitu. Uang 4 pon masih sama sopir. Pas mau turun, uang dibalikkin.


Tangan saya sudah mencari dompet. Kalau-kalau, yang sopir ini tak mau begitu. Soalmnya, sopir ini temasuk yang judes.


"No change." Kali ini suara sopir lebih ketus. Nah kan?


Suami memanggil istrinya dan mereka kembali keluar.


Telaaat. (Mikirnya lamaaa amat, Mun!)


Pas ngeliat wajah gelisah suami istri itu, kemuraman istri yang makin jadi, sungguh hati saya perih. Mereka bisa saja punya janji ke dokter.


Ah, Mun. Lain kali nggak usah nunggu lama, gimana sih?


Dulu, ibu-anak Arab juga ketimpa masalah yang sama. Saya yang kebetulan duduk di depan pintu masuk, buru-buru mengeluarkan uang.


Anak gadis itu kaget. "It's okay, thank you. It's okay."


Dia dan Ibunya kembali keluar. Dengan wajah agak menang, sopir melaju, meninggalkan ibu-anak yang melihat jam tangan mereka.


Maksud saya, nggak usah minjam. Ambil saja. Daripada nunggu bus berikutnya yang masih lama.


Kemarin, nenek tuaaa sekali, naik bus. Beliau mengeluarkan pas bus warna merah. Tak jelas percakapan mereka.


"1.50."


"What?" Jelas Nenek kaget.


"One fifty."


Tiket sudah tercetak, tinggal diambil.


Nenek nampak sangat enggan membuka dompetnya.


"I thought, I got freebus to go hospital, like usual."


Certain people memang gratis naik bus. Nenek-kakek, disable people, bisa gratis naik bus.


"You did not mention you wanted to go hospital." Ketus sekali.


"But I go to hospital."


Kasihan Nenek ini. Mestinya ada yang menemaninya ke sana.


"I printed the ticket for you. One fifty." Wajah sopir tak mau tahu.


Wajah Nenek itu nampak enggan sekali. TAngan beriput itu membuka dompet. Lamaa.


Per pekan, mereka, pensiunan, hanya dapat state pension sebesar 75 pon. Kadang lebih, kadang kurang. Semua dari situ. Banyak, pensiunan UK yang hidup kelaparan, kedinginan, tak ada yang peduli. Jika tinggal di nursing home, banyak hidden abuse. Kalau mau masuk care home yang baik dikit, terpaksa menjual rumah.


 Ingiiin saya membayarkan ongkos itu. Tapi, masih berdebat antara 'anak jilbab = muslim yang agak teroris itu membayarkan nenek bule'. Gimana keliatannya? Sedang bule tidak terbiasa dengan budaya 'traktir'. Boyfriend-girlfriend saja sering bayar ongkos sendiri-sendiri.


Nenek melemparkan dua logam pound. Wajahnya agak frustasi.


Dengan wajah cuek sopir mengambil uang itu.


U uh, pengen ngegampar sopir ini.


Nggak ada bedanya bagi dia  berapa banyak uang yang dia bawa ke kantor. Dia digaji sama per jamnya. Kenapa nggak lebih lunak sedikit? Toh, karcis yang sudah keluar itu bisa dibatalkan lagi? Saya pernah lihat karcis yang sudah jadi dibatalkan dengan karcis berikutnya.


Kejadian yang sama beberapa waktu lalu menimpa sepasang kekek-nenek.


Pasangan ini berkata mereka mestinya bisa gratis naik bus ke rumah sakit. Sang sopir dengan congkak berkata, tidak.


Ya Allah, kadang hati itu membatu.


Pasangan tua di depannya bisa saja suusia Bapak-ibunya. Nenek di depannya bisa saja seusia neneknya. Tidak adakah belas kasih?


Bukankah, secara hukum, nenek-kakek bisa naik bus gratis? Memang harus pakai concessionary card, tapi, tak semua nenek-kakek melek peraturan ini. Mereka pikir dengan red card biasa, mereka bisa tercover. Lagian, siapa yang suruh merubah peraturan berkali-kali?


Orang tua seperti mereka jarang keluar rumah, jarang dapat info.


Wajah tua itu mengerut. Mungkin, uang 3 pond yang mereka berikan adalah uang pembeli roti mereka pekan itu.


Mungkin 1.50 itu adalah uang nenek untuk membeli telur dan susu.


Britain!!


 Kalau kita tak menghormati generasi tua kita, yang berpuluh tahun lalu memapas jalan untuk masa depan kita,....kehancuran lah buat kita.


Mau jadi sopir, nggak bisa nyetir.


Uh!


 


 


 



 


 

Rabu, 29 November 2006

SURPRISE!! suamiku bikin sayur!!







Hari ini, seperti biasa, pulang kerja mandorin anak-anak makan malam, nyuruh sholat dan brushing teeth sebelum tidur. Semua sambil bertahta di depan laptop. Nolongin ngetikin perbaikan tesis suami sambil ngempi.


(Mak-mak kan biasa multi task....)


Suami sholat ke mesjid. Sebelumnya aye dah pesen-pesen. Mohon singgah di toko beli roti dan susu.


Dua-duanya kebawa, plus telur satu tray.


Asyik.


Dah pinter, nggak perlu dibikinin list belanja lagi. He he he, suamiku dah kreatif.


Asyik moles-moles wajah MP, kok dengar bunyi aneh di dapur.


Nengok...


Waaa, suami aye motong sayur!!


"Ngapain, Yang?"


"Bikin sayur."


(Aku nolak merasa bersalah....nggak nyediain sayur, hi hi hi......


Soalnya jadual harian tuh gini: Bangun pagi, rutinitas pagi, supervise anak-anak sarapan dan siap-siap sekolah, termasuk dengerin mereka ngaji; nyipain packlunch; nganter mereka sekolah; kerja sampai jam lima sore, kadang lebih; pulang; nyampe jam 6; mandorin mereka menjelang tidur malam.......Masak disisipkan either abis Subuh, atau menjelang tidur, hi hi)


"Abi bisa?"


"Bisa."


"Wah, harus nelpon saudara Umi yang di Pekanbaru nih (kakak perempuan beliau), bilang ada progress dari adik beliau! Abi bisa masak sayur! Wii!"


"Dulu juga sering bikin sayur di Indonesia."


"Waktu kita nikah?" (Perasaan aye aja jarang turun dapur...apalagi doski dah...modalnya warung kiri-kanan)


"Sebelum nikah."


Another side of him...yang baru kebuka sekarang.


Cihui.


Suami pinter


 


 



 

Sabtu, 18 November 2006

Resmi







Dari diskusi dengan guru Muhammad, Mrs Tucknott pada parents evening, Muhammad akan memulai belajar dengan year 1!


Umi terharu. Berjuang supaya si bujang bisa loncat kelas udah 2 tahun lalu.


Ketika di nursery anak-anak lain masih mewek ditinggal ortu, Muhammad sudah lancar baca.


Di Reception, ketika murid lain baru belajar phonetic sound, Muhammad sudah bawa pulang bacaan stage 5 (Arik di year 1 mulai stage 3-5...udah topset padahal).


Semoga, chalenge ini membuat dia  nggak bored lagi.


Anakku kalau bored, bisa destructive! Cari perkara sama siapa saja...(biasanya sama Abang Arik atau Umi), lalu ngamuk nggak berenti-berenti.


(Kayak siapa ya? *celingukan*)


 


Slime...Nylon...Sebel







Ada dua practical lesson yang saya sebeeel banget.


Slime!


New syllabus (kata Mr donneky).


Bikinnya PVA glue sama borax solution. Sederhana sih. Cuman, wadooooh, sudahannya. Alamaaaak.


Lengkeeeet ke mana-mana. dah direndam sama sabun dan air mendidih semalam dua malam....beberapa beakers tetap kotor. Karena ngerbersihinnya dengan tenaga super gitu, ada deh, lima atau enam beakers pecah. Hiks.


Ironisnya, year 10 sama year 11 udah terkena demam slime! Begitu masuk kelas, nyanyiannya seragam, "May we have a slime, Dr. Gray. Will we be doing a slime, please?"


Yang di sini gondoks.


Yee, murid year 9! Year 9 looh, merayu-rayu guru mereka minta practical slime.


Not a chance, darling. Not a chance. Wait till next year. -Hopefully, there will be another new syllabus...without the slime in it..." *Sigh*


Mereka suka sekali. Slime dikasih pewarna makanan...udah lah, pada main bekel deh. Tuh slime di pantul2kan di lantai.


Untungnya hanya satu kelas lagi yang belum ngerjain slime.


Nylon.


Hueek. Pas buka botol diaminohexane.....baunya menusuuuuk. The worst of all. Worse than bromine...(walo nggak seberhaya Br seh)


Masukkin ke beaker dalam fume cupboard, trus ditimbang di luar, sambil nahan nafas.


Tau nggak berapa harga satu botol sebacoyl chloride? 14 pon, sodare, isi 25 ml. Satu botol untuk 250 ml reagent! Sekali practical!!


Asli lah, manyun-manyun. (*mean lab technician*)


Udahlah nyiapin chemicalnya pake ligh headed karena pengaruh baunya....abis jam pelajaran...


Mau murka deh!!


Masa, murid dibiarkan guru (guru baru) pake measuring cylinder untuk bikin nylon?  Mestinya pake ceramic crucible.


15 measuring cylinder berakhir di dalam tong sampah! Nggak mungkin dibersihkan!


Udah gitu, stirring rod penuh lilitan nylon.


Tarik nafas dalam-dalam....


Part of the job, innit?


 


Selasa, 14 November 2006

Kangen naik gunung







Kangen menapakkan kaki ke cadas curam dan tajam.


Kangen menghirup udara pagi yang dinginnya menusuk tulang..


Kangen bangun pagi hari dan menikmati awan mengemas yang menawan...


Kangen minum kopi di api unggun dan merajut persaudaraan....


Kangeeen alam.


Kangeeeeeen



 

Selasa, 07 November 2006

Bonfire, kiamat dan perang




Setiap 5 November, UK memperingati kemenangan atas calon pengkhianat negara, Guy Fawkes. Dahulu kala, Fawkes dan friends berniat menghancurkan gedung parlemen kala MPs sedang bersidang.

Sayangnya, rencana Fawkes ketahuan. Dia terbukti menyimpan 20 kilo dinamit di bawah gedung parlemen. Fawkes dieksekusi. Setiap 5 November, UK mengadakan 'Bonfire Night' semacam 'memanggang' Fawkes tiap tahun.

Kalimat yg sering kita temui dari anak-anak ialah, "Pence for Guy", minta uang untuk beli kembang api. Begitulah.

Tiap tahun, pesta kembang api diadakan di tiap kota, besar dan kecil. Di Newcastle saja ada 6 titik pesta kembang api.

Sejak 2000, kami bilang dibilang ignore bonfire night. Satu, malam November biasanya sudah minus Celsius. Dingin bo. 2. Liat dari dalam rumah juga bisa. 3. Buang-buang waktu aja sih!

Akan tetapi, sejak Arik 'melek' dunia, kita mulai dibombardir dengan 'dunianya'.

"My teacher said not to forget the bonfire at Nunsmoor."

Saya dan suami beradu pandang.

Here we go again.

Susahnya punya anak mulai besar, dia mulai include dengan kehiduapn teman-temannya, termasuk, misal, halloween party 9kita pura-pura sibuk), atau birthday party (kita nggak ngingeti hari 'h'-nya) dsb.

Beberapa hari sebelum 5 November, Arik sudah nagging. Can we go? Can we see? Please??

Nunsmoor park sebenarnya hanya 5 menit jalan kaki. Acaranya jam 6 pm. Which is masih sore. Dan mungkin tak terlalu dingin.

Sooo.....dengan sarung tangan, hat, scarf berjalanlah ke sana.

Wow, jalan penuuuh!!

Asli, suprise!! Banyak banget penontonnya?

Muhammad maksa jalan duluan.

Kita sampai 6 menit sebelum bonfire dimulai. Alhamdulillah dapet tempat hampir dekat kanor BBC. Sengaja milih dekat 'first aid point'. Kalau-kalau...

10...9..8..7...6..5..4..3..2...1..

Segala macam jenis kembang api....you name it. Yang merah, ungu, kuning, hijau, biru...

Yang berdezing, berdecit, berdentang...

Yang lurus, bengkok...

Yang tiga kali mengembang....

Yang hadir meng 'aaaa'...'oooo'....'wow'...

Ada yang loncat-loncat. Ada yang pelukan.

Satu jenis kembang api, meluncur seperti roket, lalu meledak dengan keras...sungguh menciutkan hati saya. Beginikah telinga saudara-saudara di Palestine? Di Iraq? afghanistan?

Lalu, bunyi 'tat tat tat tat' dan 'dezziiing'...

Sungguh, mata saya memanas. Inilah lagu harian mereka, saudara di tanah konflik.

Saya dengan keyakinan bahwa minimal kemungkinan kembang api menyerbu saya....mereka dengan takut dan cemas, jangan-jangan semburan tembakan setelahnya mengenai mereka; roket yang berikutnya menghancurkan rumah mereka.

Ketika bunyi itu satu sama lain sambung-menyambung, memuncratkan api di mana-mana....Beginikah jika bintang-bintang bertabrakan dan bumi porak-poranda? Kiamat?

Ah, bonfire...







Jumat, 03 November 2006

Arik's school council election..







Arik's school council election


Sebelum half term, pulang kerja, Abi menyodorkan secarik kertas.



School council election form.



Arik mengajukan diri sebagai kandidat school council.






Aku asli terlongo. Nggak salah nih?



Anak sulungku cenderung pemalu. Banyak meniru sifat abinya. Walau, akhir tahun reception year, dia dapat Headmistress Special Award, untuk the best confidence apa gitu. Dari sangat pemalu, jadi joining di kelas, kali. Pikir saya.






Ternyata, menurut guru year1 dia, Mrs Greener, Arik tidak pemalu, kok.






Umi Cuma bisa meng’o’.






Aniway, balik ke election.



Saya dan suami ketawa-ketawa di belakang Arik.






School council? Nggak salah nih?



Dalam form, Arik menulis: Reason why you want to be a school council: I want to make school a better place.



Umi nyengir doang dalam hati, bari menambahkan, make it a better place to learn to be good muslim….bla bla bla.






Kita sudah lupa sama form itu. Asumsinya, paling main-main. (Note: Arik belum juga 7 taon!!)






Kemarin, Arik lapor (Atau Abi kali ya), tomorrow Arik has to make a speech.




What? Speech, Arik? What for?


 


 School council.




Asli, Umi takjub. Anak usia 7 tahun disuruh pidato untuk pemilihan school council? Perasaan dulu, pemilihan ketua kelas SD juga nggak dari kelas 1 atau 2 deh.Paling kelas 3 baru ada ketua-ketua-an.






Arik cerita kalau Leon, Skayla, Matthew, dan siapa lagi gitu, said, they would choose Arik.






Hm. Umi mulai was-was.






“So, what are you going to say in your speech?” Semua siap-siap berangkat pagi hari.



“I want to make shool a better place.”



“How?”



“What?” (Mirip ‘whock?’ bunyinya...what geordie gitu lah)



“How are you going to make it better place?”



Wajah tidak suka. “I don’t know!”



Ah well.






Pulang kerja.



“How was the election? Who is the school council? Is it your friend?”



“We don’t know it yet.”



“Why?”



“It had not been counted. Maybe tomorrow.”






Suddenly, I want to put him back inside my womb.






Aren’t they growing up too fast?


Tune in lagih






 

taqabballaha minna wa minkum....


tune in lagi...


tapi masih gelagapan.


Maklum, lama di luar.


Apa kabar temans?


 


 




 

Kamis, 14 September 2006

Undur sejenak







Sahabat,


jelang Ramadhan, mohon maaf atas salah dan khilaf. Mari saling mendoakan semoga Ramadhan kali ini berakhir dengan kesuksesan. Semoga bisa menjadi lautan pembersih dosa...


Ijinkan saya pamit sementara....


Dengan dirimu dalam doa...


Semoga bertemu pada Lailatul Qadr-Nya.


Amiin.


 




 

RAMADHAN IS HERE!!!

Start:     Sep 24, '06 04:00a
The best of all, the sweetest, priceless ever....

Selasa, 08 Agustus 2006

Jika Abeer adalah anak perempuanmu....(Lara Anak Perempuan Iraq)







Mereka minum arak...sambil merencanakan bagaimana cara menodai anak gadismu....


Mereka rampas kehormatan anak gadismu, bergiliran. Lalu mereka bunuh.


Apa kesempatan gadis seperti dia di hadapan 4/5 lelaki yang semuanya memegang senjata?


Ibu, ayah dan adiknya dibunuh di kamar sebelah, sedang dia harus berjuang mempertahankan kemuliannya sebagai wanita....


Bayangkan jika ia adalah anak perempuanmu....atau kamu....


Masih adakah senyum tersisa?


Soldiers 'hit golf balls before going out to kill family'

· US military court told of brutal attack in Iraq
· Evidence from colleague describes rape and murder


Ryan Lenz, Associated Press in Baghdad
Tuesday August 8, 2006
The Guardian



US soldiers, accused of raping and murdering a 14-year-old Iraqi girl, drank alcohol and hit golf balls before the attack. One of them grilled chicken wings afterwards, a criminal investigator told a US military hearing yesterday.

Benjamin Bierce interviewed one of the accused, Specialist James Barker who made a written statement in which he recorded graphic and brutal sexual details of the alleged assault on March 12.

Mr Bierce was testifying on the second day of the hearing to determine whether five soldiers must stand trial for the rape and killing of Abeer Qassim al-Janabi, her parents and five-year-old sister in the town of Mahmudiya.

It is among the worst in a series of cases of alleged misconduct. Specialist Barker's signed statement was submitted in evidence. He is accused, along with Sergeant Paul Cortez, Private Jesse Spielman and Private Bryan Howard of rape and murder. Another soldier, Sergeant Anthony Yribe, is accused of failing to report the attack but is not alleged to have participated.

Former private, Steven Green, was discharged from the army for a "personality disorder" after the incident and was arrested in North Carolina in June on rape and murder charges. He has pleaded not guilty and is being held without bail.

Yesterday, Private Justin Watt testified that Private Howard told him, before the incident, that Private Green, Sergeant Cortez and Specialist Barker had planned to rape a girl, and Private Howard was to be the lookout. Another investigator, Michael Hood, told the hearing that he interviewed Private Spielman, who denied shooting or having sex with anyone. He was given a lie-detector test and passed.

According to Specialist Barker's statement, Private Green not only raped the girl but also shot her and her family after telling his comrades repeatedly he wanted to kill some Iraqis. Mr Bierce said that on the day of the attack, Specialist Barker, Sergeant Cortez, Private Spielman and Private Green had been playing cards and drinking Iraqi whisky mixed with an energy drink. They practised hitting golf balls, Specialist Barker's statement said.

Specialist Barker made it clear Private Green was very persistent about killing some Iraqis. At some point they decided to go to the house of the girl they had seen passing by their checkpoint. Specialist Barker also said that when they arrived at the house, the father and the girl were outside. Private Spielman grabbed the girl while Private Green seized her father and took them into the house.

Private Green took the father, mother and the younger sister into the bedroom, while the girl remained in the living room. Specialist Barker wrote that Sergeant Cortez pushed the girl to the floor, and tore off her underwear. Sergeant Cortez appeared to rape her, according to the statement. Specialist Barker then tried to rape the girl, Mr Bierce said. Suddenly, the group heard gunshots. Private Green came out of the bedroom holding an AK-47 rifle and declared: "They're all dead. I just killed them," the statement said.

Private Green put the gun down, then raped the girl while Sergeant Cortez held her down. Specialist Barker claims Private Green picked up the AK-47 and shot the girl once, paused, then shot her several more times. Specialist Barker said he got a lamp and poured kerosene on the girl. She was set on fire, but he does not say who did it. He does not say if Private Howard or Private Spielman took part in the rape. The statement says he grilled chicken wings back at their checkpoint.

The case has increased demands for changes to an agreement that exempts US soldiers from prosecution in Iraqi courts. Prime minister Nuri al-Maliki has demanded an independent investigation.




 

Fakta - Serangan Israel ke Lebanon telah direncanakn jauh hari







 








Mohon maaf kalo sudah baca:


The San Francisco Chronicle reports that "more than a year ago, a senior Israeli army officer began giving PowerPoint presentations, on an off-the-record basis, to US and other diplomats, journalists and thinktanks, setting out the plan for the current operation in revealing detail".


Penculikan dua serdadu Israel hanya alasan.


Tahun 2000 saja setiap hari Israel melanggar 'blue line' dengan menerbangkan pesawat militer ke atas Lebanon, yang merupakan breach of cease fire.


Hiszbullah retaliated dengan berbagai cara.


Apa yang dilakukan Israel sekarang senada dengan apa yang mereka lakukan di Palestina. Satu tentara diculik, pembangkit listrik dihancurkan menyebabkan ribuan sipil menderita.


Sementara itu, Israel pura-pura tidak tahu dengan ratusan tawanan perang  yang mereka sandera di penjara mereka, pura-pura lupa dengan fakta bahwa saat ini mereka berusaha membunuh kepala pemerintahan resmi Palestina. Termasuk mengirimkan zat kimia melalui parcel.


Soooo double standard!!


Mari boikot produk pro Israel! 


Israel responded to an unprovoked attack by Hizbullah, right? Wrong

The assault on Lebanon was premeditated - the soldiers' capture simply provided the excuse. It was also unnecessary

George Monbiot
Tuesday August 8, 2006
The Guardian




Whatever we think of Israel's assault on Lebanon, all of us seem to agree about one fact: that it was a response, however disproportionate, to an unprovoked attack by Hizbullah. I repeated this "fact" in my last column, when I wrote that "Hizbullah fired the first shots". This being so, the Israeli government's supporters ask peaceniks like me, what would you have done? It's an important question. But its premise, I have now discovered, is flawed.

Since Israel's withdrawal from southern Lebanon in May 2000, there have been hundreds of violations of the "blue line" between the two countries. The United Nations Interim Force in Lebanon (Unifil) reports that Israeli aircraft crossed the line "on an almost daily basis" between 2001 and 2003, and "persistently" until 2006. These incursions "caused great concern to the civilian population, particularly low-altitude flights that break the sound barrier over populated areas". On some occasions, Hizbullah tried to shoot them down with anti-aircraft guns.

In October 2000, the Israel Defence Forces shot at unarmed Palestinian demonstrators on the border, killing three and wounding 20. In response, Hizbullah crossed the line and kidnapped three Israeli soldiers. On several occasions, Hizbullah fired missiles and mortar rounds at IDF positions, and the IDF responded with heavy artillery and sometimes aerial bombardment. Incidents like this killed three Israelis and three Lebanese in 2003; one Israeli soldier and two Hizbullah fighters in 2005; and two Lebanese people and three Israeli soldiers in February 2006. Rockets were fired from Lebanon into Israel several times in 2004, 2005 and 2006, on some occasions by Hizbullah. But, the UN records, "none of the incidents resulted in a military escalation".

On May 26 this year, two officials of Islamic Jihad - Nidal and Mahmoud Majzoub - were killed by a car bomb in the Lebanese city of Sidon. This was widely assumed in Lebanon and Israel to be the work of Mossad, the Israeli intelligence agency. In June, a man named Mahmoud Rafeh confessed to the killings and admitted that he had been working for Mossad since 1994. Militants in southern Lebanon responded, on the day of the bombing, by launching eight rockets into Israel. One soldier was lightly wounded. There was a major bust-up on the border, during which one member of Hizbullah was killed and several wounded, and one Israeli soldier wounded. But while the border region "remained tense and volatile", Unifil says it was "generally quiet" until July 12.

There has been a heated debate on the internet about whether the two Israeli soldiers kidnapped by Hizbullah that day were captured in Israel or in Lebanon, but it now seems pretty clear that they were seized in Israel. This is what the UN says, and even Hizbullah seems to have forgotten that they were supposed to have been found sneaking around the outskirts of the Lebanese village of Aita al-Shaab. Now it simply states that "the Islamic resistance captured two Israeli soldiers at the border with occupied Palestine". Three other Israeli soldiers were killed by the militants. There is also some dispute about when, on July 12, Hizbullah first fired its rockets; but Unifil makes it clear that the firing took place at the same time as the raid - 9am. Its purpose seems to have been to create a diversion. No one was hit.

But there is no serious debate about why the two soldiers were captured: Hizbullah was seeking to exchange them for the 15 prisoners of war taken by the Israelis during the occupation of Lebanon and (in breach of article 118 of the third Geneva convention) never released. It seems clear that if Israel had handed over the prisoners, it would - without the spillage of any more blood - have retrieved its men and reduced the likelihood of further kidnappings. But the Israeli government refused to negotiate. Instead - well, we all know what happened instead. Almost 1,000 Lebanese and 33 Israeli civilians have been killed so far, and a million Lebanese displaced from their homes.

On July 12, in other words, Hizbullah fired the first shots. But that act of aggression was simply one instance in a long sequence of small incursions and attacks over the past six years by both sides. So why was the Israeli response so different from all that preceded it? The answer is that it was not a reaction to the events of that day. The assault had been planned for months.

The San Francisco Chronicle reports that "more than a year ago, a senior Israeli army officer began giving PowerPoint presentations, on an off-the-record basis, to US and other diplomats, journalists and thinktanks, setting out the plan for the current operation in revealing detail". The attack, he said, would last for three weeks. It would begin with bombing and culminate in a ground invasion. Gerald Steinberg, professor of political science at Bar-Ilan University, told the paper that "of all of Israel's wars since 1948, this was the one for which Israel was most prepared ... By 2004, the military campaign scheduled to last about three weeks that we're seeing now had already been blocked out and, in the last year or two, it's been simulated and rehearsed across the board".

A "senior Israeli official" told the Washington Post that the raid by Hizbullah provided Israel with a "unique moment" for wiping out the organisation. The New Statesman's editor, John Kampfner, says he was told by more than one official source that the US government knew in advance of Israel's intention to take military action in Lebanon. The Bush administration told the British government.

Israel's assault, then, was premeditated: it was simply waiting for an appropriate excuse. It was also unnecessary. It is true that Hizbullah had been building up munitions close to the border, as its current rocket attacks show. But so had Israel. Just as Israel could assert that it was seeking to deter incursions by Hizbullah, Hizbullah could claim - also with justification - that it was trying to deter incursions by Israel. The Lebanese army is certainly incapable of doing so. Yes, Hizbullah should have been pulled back from the Israeli border by the Lebanese government and disarmed. Yes, the raid and the rocket attack on July 12 were unjustified, stupid and provocative, like just about everything that has taken place around the border for the past six years. But the suggestion that Hizbullah could launch an invasion of Israel or that it constitutes an existential threat to the state is preposterous. Since the occupation ended, all its acts of war have been minor ones, and nearly all of them reactive.

So it is not hard to answer the question of what we would have done. First, stop recruiting enemies, by withdrawing from the occupied territories in Palestine and Syria. Second, stop provoking the armed groups in Lebanon with violations of the blue line - in particular the persistent flights across the border. Third, release the prisoners of war who remain unlawfully incarcerated in Israel. Fourth, continue to defend the border, while maintaining the diplomatic pressure on Lebanon to disarm Hizbullah (as anyone can see, this would be much more feasible if the occupations were to end). Here then is my challenge to the supporters of the Israeli government: do you dare to contend that this programme would have caused more death and destruction than the current adventure has done?

www.monbiot.com




Kamis, 03 Agustus 2006

Chicken pilau rice


Description:
Yummy, enak kalau dimakan panas

Ingredients:
beras 2 cup
onion 1 sedang, cut finely
all spice you have in store ( 1 sdt garam masala, i/s sdt jintan, 7 cloves -lupa nama indonesianya, 6 green cardamon, kayu manis seujung sdt, kunyit 1/4 sdt dsb)
Minyak untuk menumis.
Garam
Canned Tomatoes
Bawang putih 2, rajang halus
Chicken, potong cube 2X 2 cm, with/out tulang
Kentang, potong cube 1 X1 cm.

Directions:
Tumis onion sampai coklat. Tambahkan garlic sampai harum.
Masukkan potato. Masak 5 menit.
Masukkan tomat kaleng. Aduk 5 menit. Masukkan semua bumbu + ayam+ garam. Masak sampai matang dan air habis.
Sementara itu cucui beras dan rendam dalam air panas.
Ketika air ayam tadi habis, tambahkan beras dan air panas. Air beras 2 x lipat tingginya daripada beras. Misal jika beras setinggi angka 2, maka air setinggi 4 -base on rice cooker pan.
Tutup panci.
Masak dengan api sedang.
Hidangkan panas dengan salad cucumber, iceberg dan carrot.
Tambahkan:
side dish : yoghurt + mint sauce + cucumber + lemon juice.

Little Monster belajar Iqra







Karena Wafa hampir tiga tahun dan dia sudah bisa diajak kosentrasi melihat huruf-huruf, tiga pekan lalu, kami mulai membuka buku iqra dengan serius.


Awalnya dia mau loncat ke bagian yang mirip 'ngajinya', alias iqra lanjut.


'Ngaji' Wafa = ambil Quran, buka halaman asal.


'Come on Mi, help Wafa.'


Umi lalu ngaji, Wafa mengikuti bunyinya. Kalau Umi turn the page, Wafa juga membalik lembar Qurannya.


Akhirnya dia mau belajar halaman pertama. A Ba.


Surprise juga, segtelah diulang dua hari, halaman pertama lulus.


Cuman ya gitu. Dia ngasal. Nggak urut atas ke bawah. Maunya loncat-loncat. Misal, kalo dia ketemu 'A', maka jarinya mencari 'A' yang lain.


'This 'A' again. This is 'A' too  dsb'.


Setelah halaman kedua. Agak bingung. Ba sama Ta kok mirip, he he he.


Akhirnya.....


Umi menunjuk 'Ta'


Dengan nada menang, Wafa berkata, "This friend's of 'Ba'."


Umi tak henti ngakak.


Wafa manyun.


(Bibir mungil itu maju....tatap mata penasaran melihat Umi yang tertawa dengan air mata mengalir)


 


Storeis about Home (Arik)











Storeis about Home


I was at home, because my brother wants me to play foot ball mad.


And its mayby Easter.


I don't celebrit Christmas.


I celebrit Ead Adha.


I give money too Kashmir and indonesia.


I never ever speak in Bengali


the end


I am a Muslim (Tulisan Arik)







I am a Muslim


 


I pray and nagi (ngaji, maksudnya)


I listen to Allah


I help anybody get hurt (who is hurt, he meant, I think)


I never ever fite (fight)


I exercis and I don't smoke (don't know how he get this idea, though)


I never broke things


I don't say swear things


the end


 


 




 

Rabu, 19 Juli 2006

Bantuan Pikirannya, Plis. Ibu Training Media

Ibu-ibu muslimah di Inggris yang tergabung di mailing list Muslimah Kibar melaksanakan training media sejak Selasa ini, sampai pekan depan.


Tujuannya mendorong para ibu untuk lebih aktif berkecimpung dengan dunia internet. Mumpung internet di Ingggris broadband secepat kilat dan murah meriah.


Belum banyak ibu-ibu yang kenal blogging. Termasuk multiply.


Mohon, your thought, please, sisi positif yang didapatkan dari MP selama ini.


Anything....


Thanking you in advance.


 

Selasa, 27 Juni 2006

just share a ...

Sedang banyak ide nulis...


Sambungan Rahasia Dua Hati...


....................


Banyak bengong.....nyari ide....ngumpulin ide...


sampe bela-belain nulis dalam metro...di atas kertas bekas coretan anak-anak...


doain dooong...


biar kelar dalam bulan ini :-))


 

Minggu, 25 Juni 2006

What had left behind

Dia selfless. semua untuk orang lain.


Tidak pernah (jaraaang) beli baju. Asal yang sekitar punya baju baru...tak hanya anak. Ponakan, orang yang tinggal di rumah...sampai orang gila yang sering bertandang.


Begitupun dengan makanan. Anjing suaminya tiap hari makan telur kampung. (Suaminya juga). Dia makan cabe digiling. Lauk diberikan pada anak-anaknya. Katanya, enak makan nasi hangat dan samba lado.


Dia penuh kasih sayang.


Dari yang tua sampai yang muda tertarik ke arahnya. Seperti magnet. Rumah selalu ada saja pengunjungnya. Mulai yang sekedar mau berbagi cerita, ada yang meninggalkan anaknya, ada yang datang ikut berteduh pula.


Kasih sayang yang blunt, bukan penuh cium peluk. Namun perhatian.


Dia pemberani. Menjalani hidup...quite frankly, tanpa cinta yang seharusnya miliknya. Namun, berani meniti hari-hari. Keluh ada, namun tak mengurangi baktinya.


Dia sumber tertawa. Kala bersama saudara-saudaranya, dia soul of the genk. Ada saja yang lucu dan menghasilkan tawa. Bahkan...pun jelang kematiannya.


Mohon doa, semoga dilapangkan kuburnya...


Dan apa yang ditinggalkannya bisa abadi...


*At the time of remembering you*

what a wasted life

I opened your door.


Spiders built their nests on your drawers...


Ants left trails on your clothing rails.


Dust covered everything else.


'what a wasted life'


What was your sweat and tears for?


Woke up in the middle of the night,


Fought the battle everyone (try) ignore


Won and others rejoice


Lost and they turned away 


No love, no grateful, nothing at all..


What a wasted life


Taken for granted all along


Lonely...(hope...never fear)


Laugh but always sad


Loving but never be loved


May then now, you rest in peace, near The Most Loving 


 


*and I always love and remember*

Sabtu, 24 Juni 2006

Menjejak tanah kelahiran

Tulisan ini ditujukan untuk memohon pengertian sahabat-sahabat yang ketika pulang ke Indonesia lalu tak sempat dihubungi.


Berangkat dari Newcastle, Ahad jam 6 sore. Sudah berbekal segala nomor telepon dan alamat. Sampai di Paris sejam kemudian. Menunggu boarding 5 jam lamanya. Menjelang tengah malam, borading Air France dan sampai di Singapore, jam 6 sore, hari Senin.


Febi dan Nida menjemput di bandara. Bersama Febi ke rumah beliau. Main dengan Nida, sampai Nida tidur. Namun, sampai dini hari, mata tak bsia pejam. Bukan hanya udara yang terasa demikian gerah, namun juga pikiran yang campur aduk. Rindu dengan suami dan anak. Cemas dengan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi di kampung. Akhirnya, menghabiskan waktu antara ngaji, baca buku, dan ketika sudah suntuk banget, baring-baring saja.


Subuh Selasa, jam 5 keluar apartemen Febi, diantar sampai ke setopan bus. Nunggu taksi. 


Naik tigerairways jam 7 pagi kurang, dan sampai di  Padang satu jam kemudian. Dalam pesawat bisa mejam sekejab.


Ternyata, disambut keluarga besar. Pulang ke rumah di Padang, makan pagi dan lepas rindu. Cuci baju dan mengeluarkan oleh-oleh. Lepas Zhuhur keluarga besar mendahului ke Palangki. Sedang keluarga kecil akan menyusul sore.


Abis Zhuhur cari money changer. Tabungan tidak bisa diambil. Keliling Padang berdua Uda. Asyik banget, naik motor. Walau sering kaget dan bete dengar klakson mobil dan motor.


Sudah lupa. Kalau di Indonesia, klskson bisa tanda bersahabat, bisa juga menyuruh minggir (berkali-kali). Di UK hampir tidak pernah dengar klakson. Jadinya berasa bisiiing banget. Asli bete.


Hampir jam 4, bertemu money changer tak resmi yang nilai tukarnya rendah banget. Akhirnya menukar beberapa saja sambil sebagian minjam dari Uda. Lalu pulang, mandi, dan siap-siap ke Palangki lewat Bukittinggi.


Jam 5 lewat berangkat. Melalui Lembah Anai, Padang Panjang dan sampai di rumah ipar. Makan malam dan bertukar cerita. Menjelang jam 9 malam, berangkat ke Palangki. Sempat tertahan di jalan, karena ada truk mogok di jalan yang sempit.


Wui, melewati Danau Singkarak. Hm...sayangnya malam gulita. Jadinya cuma bisa membayangkan saja.


Sampai di Palangki jam 12 lewat.


Sempat shock. Duka itu masih darah.


Uda dan Arman tidur. Berbicara dengan Papa sampai jam 4 pagi. Banyak cerita. Juga mau mencari celah konsolidasi. Papa tidur, menunggu Subuh sambil membaringkan badan.


Tidur dua jam dari jam 6 sampai jam 8. Dibangunkan Etek yang mencari tau keadaan rumah, sambil pergi kerja. Kaget juga. Baru tidur sebentar.


Rabu:


Selepas itu, bergantian orang berdatangan. Tetangga. saudara. Tak pernah kosong tu rumah.


Beberapa kali Arman bilang ada SMS masuk untuk saya. Namun, mau balas gimana caranya. Sudahlah HP Arman tidak ada hurufnya (saking tu telepon tua dan sering dipake) juga sinyal antara ada dan tiada. Ada di sudut meja, di ruang tamu. Kadang ada, kadang tidak. Maklum kampung.


Nyambi bersih-bersih rumah.


Habis zhuhur mengunjungi kuburan Mak.


It's a final good bye. May Allah loves you forever.


Lalu jalan ke rumah Bibi (dahulunya rumah kakek-Nenek) tempat saya lahir. Bincang dengan dua sepupu tentang rancangan masa depan mereka. Lalu, jalan kembali ke rumah, melewati rumah-rumah yang bisa dibilang semua saudara.


At one point, saya sangat desperate. I wish, saya sudah membuat plakat/poster saja.


Isinya begini:


*Alhamdulillah, kabar baik. Suami dan anak sehat


* Pulang sampai di Padang Selasa pagi


*Anak sudah tiga, yang kecil perempuan.


*Mereka dengan suami di Inggris


*Tidak apa. Sudah ditinggalkan lauk pauk. Lagipula yang kecil tidak menyusu lagi


*Iya, sudah tiga tahun usianya.


Mulut ini sampai capeeee menjawab dan tersenyum. Pertanyaan juga standar begitu (kek kek kek)


Berkali-kali singgah di berbagai rumah. Ada yang hanya 5 menit, ada harus 1/2 jam. Semua punya alasan untuk disinggahi. Mulai dari yang konsultasi masa depan, keluh kesah perasaan, sampai sekedar, jika tak disinggahi = cari perkara, he he he


(Perasaaan sudah merangkap konsultan, dukun, dokter, dan diplomat, dah)


Perjalanan yang tanpa hambatan itu bisa 15 menit, baru terakhiri setelah 2,5 jam. Fuih.


Sampai di rumah dah Maghrib.


Came the 'h' hour. Diskusi berempat saja. Papa, Uda, Arman dan saya.


What word can express it?


sampai jam 11 malam. Perut keroncongan. Sebagai tanda berdamai, cari makan keluar. Namun, ternyata sebagian besar warung sudah tutup. dari rencana awal mau makan 2 kilo dari rumah, akhirnya malah bermotor ke kota Sijunjung, 20 kilo jaraknya. Dua motor. uda dan Arman, saya dan Papa.


Syereeem, pas lewat gambok. Jalan pintas ke Muaro Sijunjung yang masih rimba. haiyaaa....ada yang rasanya ikut di belakang...Huaaa


Sampai di rumah jam 1 lewat. Arman dan Papa tidak nginap di rumah. Tinggal berdua dengan Uda. Bisalah tidur 3 jam. Lalu Subuh dan makan pagi.


Kamis:


Diajak uda mengunjungi salah satu Kakek, tetua di keluarga Umak di Solok. Pergi naik motor saja. Asyiik, motor lagi. Walau di jalan diguyur hujan...walau maja hampir merem, ngantuk, namun kunjungan tiu penuh makna.


Wajah tua yang berbinar-binar bahagia. Saling cerita.


sampai di rumah sudah Ashar. Kelaurga Mak  berencana  menginap bersama, di malam terakhir itu. Sebelumnya membereskan masalah seseorang dulu. Ibu dia tumor jinak, sudah sangat besar. Namun sempat bermasalah dengan rumah sakit. Pergi mengunjungi puskemsma mencari tau bagaimana bisa mempercepat proses pengobatan ibu ini.


Sebagian baju disisihkan untuk orang-orang tertentu. Sisanya dibagi saudara-saudara Mak.


Rumah penuh. di depan Ocu, Mak  Tuo dan Mamak. Di ruang tengah para sepupu remaja. Di ruang makan, sepupu cilik. Di kamar bibi yang muda dan sepupu yang dewasa. Saya? Membagi diri saja. Ketika semua tidur jam 2 pagi itu, saya membereskan barang Umak untuk terakhir kali. Baru bisa pejam mata jam 4 pagi, sampai jam 5.


 


Jumat:


Habis Subuh, Papa menjemput. Ke Padang dengan Arman. Sempat mogok di jalan. Mobil Papa sudah tua dan karatan, memang. Sampai di Padang langsung ke BTN, urus tukar nama dan setrusnya. Dipotong sholat Jumat. Diterusin sampai jam 4 sore. Cari tiket ke Jakarta. Papa pulang sore itu juga.


Malam di Padang beberes kamar yang di Padang. Mencari beberapa barang. Sampai jam 2 pagi. Jam 4 pagi sudah keluar rumah dengan Arman dan sepupu. Pesawat berangkat jam 6. Menunggu bus menuju Airport di Simpang Gia.


Total tidur sampai dari Ahad-Jumat: 8 jam, give or take...


dilanjutin ntar...nonton bola dulu

Senin, 19 Juni 2006

you think....you are safe....but

Salah satu fasilitas di penampungan wanita malang ialah creche, pengasuhan anak gratis, tiap hari. Sejak 2 siang sampai 5 sore, para ibu bisa meninggalkan anak mereka di tangan dua pengasuh. Dua-duanya wanita Arab, salah satu berjilbab.


Saya sempat didekati untuk menjadi pengasuh anak sanga pengasuh.


"My husband may get a job, you know. We need some one to look after my children. I am working here."


Well, ....is the money very good? I mean, if I work, but have to put my children with someone else, I'd rather stay at home and care for my own. Imagine, you take care of other people's children, and you put your children in someone else's care. That's just not on!


"I don't trust white woman to take care of my children. I would like you to take care of my children."


"You see, I am not qualified as a child minder."


Buru-buru dia menambahkan. "I don't mind that. But I know you are good muslimah. I feel safe."


As a sister, I will help her. Not for the money, more for ukhuwwah. Because, if I have time, and she has to work for money (just like me) it will be right to help each other. Like her, saya juga nggak tega meninggalkan anak diasuh bule. Never. Sama sesama muslimah, juga saya lihat-lihat dulu, jika terpaksa harus menitipkan anak. Sejauh ini sih paling sama Amal, tetangga di flat atas, dan Mbak Nur, mahasiswi Ph.D yang juga asal Indonesia.


Nomor telepon diminta. Katanya, ada another muslim woman yang perlu pengasuh. Dari cleaner, ke pengasuh. Well. Let's see ..


Anyway, tiga kali pertemuan....


"Tina!!! Sit! Sit!!"


Saya mengurut dada.


Tina gadis kecil mungil, masih dibawah dua tahun. Mata bening dan kaki kecil yang kadang masih tertatih-tatih melangkah.


Satu pengasuh membaca katalog. Sejak masuk, katalog itu menyita perhatiannya. Satu pengasuh membuat kopi. Tina mondar-mandir.


"I said, sit, Tina!"


Tangan Tina hampir dijinjing, digeret ke ruang tivi. Tina berteriak-teriak.


"You are Arabic girl! You are not a boy!"


(Tina keturunan Iran, orang Parsi tidak mau disebut Arab. Well, mummy Tina tidak sedang dengar. Tina Mummy sedang tidur, sakit kepala.)


"You don't running around like a naughty girl!! Sit Tina. Sit!!"


Tina teriak melengking-lengking.


Pengasuh menggerutu panjang pendek dalam bahasa Arab.


"Sit! Watch football, Tina. Watch!"


Dada saya sesak. Allah. Pertama, Tina dimarahi karena dia sebagai anak gadis tidak boleh lari-lari seperti naughty girl. Yang lari-lari itu naughyt girl. Kedua, agaknya kalau boy boleh lari-lari. Ketiga Tina harus duduk,  nonton. Sepak bola! Gadis usia 23 bulan? 


Tina meleng, dan berhasil lari dari ruang tivi.


Salah satu pengasuh mengejar dan menangkapnya. Tina sekarang digendong. Seorang pengasuh asyik belanja online dengan care worker, cuek dengan keadaan sekitar.


Pengasuh Tina sekarang menerima telepon dari mobilenya. Tina didudukkan. Seperti biasa, Tina mondar-mandir.


Dia berdiri di depan saya. Mata bening yang jeli itu menatap saya. Mulutnya mencerocos, tak jelas apa maknanya.


"Hallo Tina." Saya menyapanya.


Nadanya bercerita sesuatu.


"Wow, really? That's really good."


Wajahnya berseri-seri.


"Leave the lady alone, Tina." Pengasuh yang lain menjemput Tina.


"Bye, Tina."


Dia menoleh dan tersenyum.


Dari ruang tivi terdengar tawa meledak berkali-kali.


"Look the way she walks....It's like she...."


Komentar yang cukup dewasa. Yang jelas, saya yakin, anak seusia 23 bulan belum memikirkan cara menarik perhatian lawan jenis.Ugh.


Berkali-kali tiga orang dewasa menertawakan Tina.


Thinking me as Tina, it will be very confusing, dishearthening, when you do things, and people laugh at you, a bit in not really nice way. And you just don't get it. What's so funny or odd about me?


One word only, bullying.


Tiga dewasa, bully seorang toddler? how cruel can you be?


Hari yang lain.


"You are very naughty Tina. Very naughty."


Jangan katakan you are naughty, tapi katakan, jika teriak-teriak seperti itu not nice. Some people want quiet time.


Satu anak lelaki jauuuh lebih aktif daripada Tina. Sapu tidak bisa ditaruh di lantai, karena dia akan memakainya, menyapu sampah ke tengah rumah. Pel tidak bisa ditaruh di bawah, karena dia akan mengepel juga, membasahi lantai yang sudah bersih. You just can't leave anything at all.


But, he can get away with it. You know why? Because he is a boy!


Satu kali, Husnan (nama bocah lelaki) entah bagaimana (kata satu anak kecil, Husnan memukul Tina) membuat mulut Tina berdarah hebat. Blood everywhere. Awalnya Tina loncat-loncat di atas trampoline. Husnan naik. Lalu saya meleng, tidak lihat. Tiba-tiba Tina menjerit keras.


Ada dua pengasuh di situ, padahal. Cuman dua-duanya membelakangi dua bocah, asyik melihat katalog belanja.


Yang satu buru-buru menggendong Tina. Quite terrified. Minta laporan kecelakaan diisi, meurut versi dia.


"I see it with my own eyes. I was there, you know. She bit her tongue." Satu cara worker mengisi buku laporan kecelakaan.


Darah terus mengalir. Ibu Tina panik, buru-buru mengambil anaknya.


"It only an accident. She hurt herself. You know, children."


Saya terpana.


"Ridhwan, what did you see?" saya bertanya dengan pelan pada anak yang tadi melapor, namun tidak ada yang (mau) mendengar.


"Husnan push Tina."


Ibu Tina mendekat. "What?"


Ridhwan mengulang.


"No," pengasuh mencoba tertawa. "It's not what happen. I saw it. I was there. She just bit her tongue." 


you think you are safe....you think you give the best to your children....But it's not the case...


You just never know....even a sister...


Dada saya perih...


 


 


 


 


 

Sabtu, 17 Juni 2006

pulang di jakarta




ketika pulang ke indonesia, sempat semalam ke tempat anak ketiga, Alisha di Jkt.
sayangnya nggak ada foto dengan Alisha. Harapannya waktu berfoto dengan Almer, bisa puas berfoto dengan Alisha di bandara. Eh, udah telat, harus buru-buru lari...cuman bisa cium saja...dan melambai. Hu hu
Almer anak Widi, saudara kembar :-D

Can I kill them? one by one? All?

Na'udzubillah....selama saya masih waras...


satu-satunya kemungkinan, dia tidak dalam keadaan waras.


Semoga Allah menolongnya dan keluarganya.


How shaken it will be...


Yes, there is time when you wish that they all are sleeping rather running all ariund, driving you mad.


There is time when you question, am I mad? To want a bunch of wild child like these?


But, to end their life....


Kasihannya dia....Alangkah berat beban batinnya hingga membuat dia menghabisi saja belahan jiwanya.


Kehilangan just one them, kalau tidak dimaknai, enough to make me go crazy...but to find it at the end that I am the one who ended it?


Allah,


Limpahilah mereka kasih dan sayangMu....


Ampuni kami dan mereka...


Jadikan kami hamba yang tidak mendzolimi diri. Amiin


 

Jumat, 16 Juni 2006

pestaa....di England

At LAST!


Crouch pas juga nyundul bolanya...nggak ketinggian!


Viva England! Let's kill Sweden...(Wonder how Sven might feel...kek kek)


England pesta...


(Joke:


~ If you want to get away from aworlcup mania, you can go holidaying. Guarante, nobody talk about football. Noone talk about worldcup.


*Where?


~ Scotland)


 

Selasa, 06 Juni 2006

dua foto orang-orang dekat




foto pertama diambil pas nikahan seorang sahabat. Ada Mbak Tiwik, Mbak Yayuk, eli, Yoan dan siapa lagi ayooo?
Foto kedua pas Opspek Fikom angkatan 96.
Ada Icoen, Agus, Wisnu, Eli dll.

Minggu, 04 Juni 2006

Calon Inem (yang nggak seksi)

Sudah sebulan saya kerja nguli, bersih-bersih di woman refugee centre, semacam tempat para wanita malang menyelamatkan diri.


Ada banyak pelajaran. Yang 'mengharukan, sudah tiga saya didekati, dimintai home service .


"Do you clean at home?...you know, people's home?...how much your charged? ....will you come to my house?...my husband is angry with me...my house is not clean...." bacanya dengan bahasa Inggris logat India, pakistan.


Ada beribu perasan mengaduk-aduk....


1. Pintu rejeki Allah


2. Mereka suka kerja saya


3. Am I going to lurch lower...? (Sok iye ini mah....nggak ada pekerjaan hina...asal halal...ini sih rasa sombong)


4. Lha, jika saya kerja, yang nolong beberes di rumah adalah suami tercinta


5. The next Mbok Inem? Minus sexiness?


6. Umak, anakmu pembantuuu....


7. Nak, Umi go to work, okay...clean in someone's house 


8. Bagus...untuk bahan novel


9. Capek


10. Pound pound...naik haji


11. Kapan pulang ke Indonesia ya?


12. Terusin ndiri....


 

Sabtu, 27 Mei 2006

bertiga ke Papandayan


menuju pondok salada

Pada satu hari, tahun 1998, timbul keinginan kuat untuk kembali menapaki Papandayan. Akhirnya cari-cari teman. Ety dan Dian bersedia menemani.
Sebelum keberangkatan, telah beredar berita rencana ini. Beberapa pihak 'mendamprat' kenekadan tiga gadis *manis* ini. Yang paling 'sadis' dari seorang pemuda, hue he he. (Dampratin bukan ke aye).
Seseorang 'orang tenar' juga ikut melarang. Lha, mbakku aja nggak nglarang, je....
Ada kejadian memalukan :-)) Saya sudah wanti-wanti sama dua akhwat, jika mereka tidak kuat, bilang saja :-) Karena kita nekad, mau jalan dari pintu gerbang, menuju ke Papandayannya. Tidak pakai truk pick up, or ojeg, gitu. Terutama pada Ety yang belum pernah mendaki gunung.
E e e, lha lha lha...kok setengah perjalanan, saya lemeeees banget. Kaki terasa berat, perut pun mules...
(Ngakaklah sahabatku itu...karena siapa yang ngasih peringatan...siapa yang teler...)
Pas mau Dzuhur....ternyata, ada teman setia.
Wajaaaar...

Minggu, 30 April 2006

Catatan Perjalanan ke Kampung Halaman

Pernah merasakan tiba-tiba kaki berubah jadi jelly? Tiba-tiba ingin balik kanan saja? Tak usah maju ke counter check in? Semua saya rasakan saat akan terbang 16 April lalu.


Andai, saya bisa cancel saja flight ini...Andai tak harus pergi. Setelah check in, suami dan anak pun diusir, karena semakin lama bersama jelang terbang, semakin perih hati saya.


Dengan hati tak menentu, saya duduk di pesawat kecil Airfrance yang akan membawa saya dari Newcastle ke Paris. Dua jam sebelumnya nunggu di departure longe, sambil baca Qur'an. Dalam pesawat, banyak dzikir. Kata suami, saya dekat dengan Allah, maka banyak-banyak berdoa.


Perbedaan perasaan. Tahun 2000 ketika mendarat, yang ada rasa asing. Lapangan rumput yang asing. Rumah aneh dan tak bersahabat. Kali ini, saat menjauh darinya, sungguh all the nook and crook are close at heart. Seakan meninggalkan sahabat dekat.


But, Newcastle, I'll be back, insya Allah.


Karena terakhir melihat plane safety plan tahun 200 itu, maka saya mencermati detil apa yang harus dilakukan jika terjadi sesuatu. On the contrary, nenek di bangku ujung satu lagi care none of it. Dia terus asyik membaca koran yang dibawa. Tak peduli sekitar. Hm.


Turun di Charles de Gaule. Wow! Ghueede amat!


Dari pesawat naik bus, menuju arrival lounge. Dari situ, diperiksa pasport and everything. Lalu keluar lagi, naik bus menuju Terminal 2C (padahal nyampenya juga udah terminal 2 loo). Di sana, check in lagi. Lalu masuk jejetan panjang gate. Waktu baru menunjukkan 9 malam waktu setempat. Sedang pesawat ke Singapur jam 11 malam.


Apa akal? Mau sholat, tak ketemu ruangan quiet room. Belum lagi tas yang dibawa, jahitannya mulai mengendur. saya menjahit ulang tas peninggalan teman. Sekarang, jahitannya sudah lepas satu-satu. Hh.


Akhirnya menekuni buku bawaan. Emma. Jane Austeen. Diselingi ke toilet dan jalan cari money changer.


kerongkongan haus. Mau beli minum. Botol air putih 3,5 euro. Dari rumah cuma membawa 2 euro, logam uang yang diberi teman, satu hari. Tak ada makanan atau minuman yang bisa dibeli dengan 2 euro. Jus kotak dan apel tak cukup mengganjal perut.


Money changer tutup.


Akhirnya, menabahkan diri, dan menulikan rasa kering di kerongkongan.


Jam sepuluh lewat, boarding mulai.


Wuih, dapet duduk di jendela lagi. Alhamdulillah. Di sebelah dua gadis muda Perancis.


"Do you speak French?"tanyanya.


"No. Do you speak Englis?"


"No."


Akhirnya saling melempar senyum, kami asyik urusan masing-masing. Saya sholat maghrib dan isya. Dua teman mengutak-atik tivi.


Makan malam lumayan enak. Ikan dan nasi a la cina. Filem yang diputar ada beberapa Lavender Women, Harry POtter dsb. Dua anak sebelah agaknya juga baru naik pesawat. Mereka tak henti cekikikan ketika menemui hal-hal baru. Saling jaga dan inform each other lah.


Sedari masuk, hingga beberapa jam kemudian, lelaki di depan mulai bertingkah ajaib. Dia bilang dia dari Scotland. Agaknya dia baru saja kehilangan pacar. Dia sudah setengah mabuk. Makin malam, dia makin ajaib. Satu ketika, saat pulang dari toilet, dia menjawil lengan saya, "Come in. I'll take care of you."


Hiyaaa! Jijj...deh.


Buru-buru masuk kursi sendiri.


Saya berusaha tidur. Sedang dua gadis sebelah selalu diganggu lelaki itu. Beberapa kali pramugari mengingatkan. begitu lagi. Bahkan dia sudah mengeluarkan sebotol besar minuman warna merah. Ugh.


Puncaknya, dia menjulurkan badan ke belakang. Dengan bahasa Inggris patah-patah dua gadis ini mengusirnya. Entah pura-pura, entah beneran, lelaki tak mempedulikan permintaan dia, seakan tak mengerti.


"Please, leave us alone." Saya angkat bicara.
Dia menoleh cepat.


Yaa, jadi sasaran berikutnya. Dia mulai menceracau.


"Please, just leave us alone. We need to sleep."


"Well, you know what hurt me most?"


"Just turn around, please. Leave us be. This is our area."  


Dua gadis Perancis mengagguk-angguk.


Dua menit kami aman. saya memejamkan mata. Namun terpaksa membuka mata lagi, ketika anak gadis di sebelah terdengar gelisah.


Lelaki itu lagi.


"Do you want me to go to the captain?" Saya mulai panas.


Dia menoleh. "What?"


"I can report you to the captain, if you keep annoying us."


Pramugari datang lagi. dia dibawa pergi. Anak gadis yang duduk paling luar menangis. Saya mencari pramugari.


"She cried because of that man."


Bertiga mereka bicara dalam bahasa Perancis. saya tidak emnegrti. Namun akhirnya dua gadis itu dipindahkan duduknya.


Saya sendiri. Berusaha tidur. Lelaki itu datang lagi, bersama pramugara.


Ugh.


Tiba-tiba. Seuatu menyruh saya membuka mata.


Allah!


Dia berjarak beberapa senti saja. Dia berdiri, di dekat kursi yang tengah.


"Get out!! get out of here!!"


Bapak yang duduk persis di depan saya dalam sekejab bangun, berdiri dan menarik lelaki itu keluar.


"I am concern about you, you know."


Saya sudah menggigil, menahan segala rasa.


Seorang pemuda Cina di jalur tengah ikut berdiri. Dua Pramugari mendekat dan menyeret lelaki itu ke  belakang.


"Are you alright?"tanya pemuda Cina.


Saya mengangguk, masih dengan hati berdebar.


bersambung


 


 

Beruntungnya Hidup di Luar Negeri (evisi perbaikan...MPs chicken soup..

, dikomporin....ya sud...coba saja


Beruntungnya Hidup di Luar Negeri


Ah, alhamdulillah.


Allah mengaruniai nikmat tinggal di luar negeri ketika anak-anak masih balita. Datang dengan anak satu, berusia 4 bulan. Sekarang anak sudah tiga…


Sungguh beruntung hidup di luar negeri:


1.       Bisa hidup seadanya...tanpa harus tergoda untuk memiliki mobil atau TV flat screen.


Tidak perlu punya mobil pribadi, toh bus juga nyaman.  Bus ada ke mana saja. Walau kadang harus berjalan dari setopan bus terakhir ke rumah, tidak masalah. Kecil lah berjalan lima ratus meter itu. Hitung-hitung olah raga.


Bus dilengkapi heater/penghangat kala musim dingin, hingga badan yang menggigil menunggu bus, kembali hangat.  Sesekali bus tidak datang pada waktunya, atau melewatkan dua kali jadual berhentinya. So, menunggulah kita di setopan bus sejam lamanya. Ini biasa terjadi saat musim dingin. Paling kaki hilang rasa, tangan dan muka perih kedinginan. Apalagi jika ditambah tiupan badai North wind yang sebeku es. Dijamin sekujur tubuh menggeletar.  Namun, belum separah kena hipotermi. It’s okay.


Bus tertentu menerima kereta dorong bayi, hingga berjalan dengan tiga anak (asal memakai bus ini) mudah dan gembira. Anak-anak suka naik bus dan menempelkan muka ke kaca. Mata bening yang haus itu tak berkedip  melahap semua pemandagan di luar sana.  Saya  (jika belum selesai) melanjutkan dzikir harian, atau membaca koran gratisan.


Tak perlu beli TV. Toh TV buangan orang masih bisa ngasih gambar. Dulu, keluarga kecil kami bertekad tidak akan memiliki  tivi. No tv, no worry. Allah menumbuhkan rasa iba dalam hati seorang saudara. Maka diangkutnya lah sebuah tivi besar  dan kuno ke rumah.


“Supaya Umi Arik bisa mengikuti berita,”tambahnya.


Awalnya tivi tak pernah nyala. Namun, saudara yang demikian pemurah sering bertanya, bagaimana tv licensenya? Sudah bayarkah? Dan seterusnya. Maka, kami dengan amat takut menekan tombol on, dan cemas-cemas menunggu tampilan layarnya.


Alhamdulillah, ada petunjuk jam-jam aman dan tidaknya. Ada jam anak-anak, ada jam mak-mak (biasanya talk show atau cooking show), ada jam beritanya. Barulah malam, jam para hedonisnya.  Sepanjang membuka tivi pada jam-jam tertentu, insya Allah mata terjaga.


Amat sering kami menemui tivi buangan orang di alley. Sampai satu ketika tivi kuno itu menolak mengeluarkan gambar. Kami  lalu membuka pintu belakang dan melongok kiri-kanan. Tak sampai sepekan, tivi kecil teronggok di luar. Maka, bertukarlah posisi tivi itu. Yang besar keluar, dekat tong sampah, yang kecil bertengger di atas meja. Sederhana saja. Tak perlu ke mall, atau buka kredit barang elektronik.


Kami beruntung, karena di Inggris belanja di pasar loak biasa. Belanja ke charity shop tak masalah. Tidak ada 'image' rendah. Lain hal di Indonesia. Di mana, (Mak membelikan saya sepatu di pasar burung Padang) pasar loak adalah kelas lebih rendah :-(


Sebagian besar benda dalam rumah dibeli di pasar loak local. Namanya car boot sale. Mungkin, hanya satu dari 30 items yang dibeli baru. Baju kami hasil berburu di pasar loak. Once a while anak-anak dibelikan baju baru. Biasanya seragam sekolah. Selebihnya barang second hand. Anak-anak pun excited menunggu car boot sale buka. Mereka tak sabar mendapatkan buku dan mainan ‘baru’. Dan mereka tahu, yang penting bukan beli di mana, tapi fungsinya.


 


2. Bisa ngatur jam kerja semaunya. Sesuai kebutuhan anak-anak. Sesuai jadual nyusu bayi. Enaknya. Tinggal milih. Mau kerja jam 7? Jam 10? Jam 12? Jam 15? Semua ada. Mulai dari cleaner/petugas kebersihan di berbagai tempat, dinner lady/petugas makan sekolah atau loly pop woman, alias yang ngantar anak nyeberang.


Jamnya juga bisa milih. Bisa 2 jam sehari, bisa 3 jam sehari, bisa (bahkan) cuma 1/2 jam sehari.


Suka sekali, kerja 2,5 jam saja sehari, pergi anak-anak sudah kenyang dan senang main. Pulang ketika mereka memang minta Umi.


Alhamdulillah.


Karena tak ada lagi beasiswa, saya dan suami sama-sama bekerja sebagai cleaner. Suami ambil jam pagi. Sepulang kerja, langsung ke kampusnya. Saya bekerja sore. Saya kerja, suami di rumah. Setahun ini kami memutuskan suami sebaiknya tidak usah bekerja supaya makin kosentrasi menulis tesis.  Untuk mencukupi kekurangan bulanan, suami ikut Royal Mail, Christmas manual*. Hanya Desember, tiga pekan saja. Mulai kerja pukul 10 malam sampai 6 pagi. Menyortir surat, menstempel perangkonya. Berdiri 8 jam. Tidak sesusah saudara-saudara kuli pelabuhan yang mengangkut goni berpuluh kilo beratnya.


Pernah juga kami menjadi loper koran pekanan. Agen menurunkan tumpukan koran dan leaflet di rumah. Kami lalu memasukkan leaflet ke dalam koran.  Satu satu. Esoknya mengantar koran ke rumah-rumah di beberapa jalan. Pernah, ketika suami sibuk di kampus, saya mengantar koran bersama dua anak. Yang sulung sekolah. Yang bayi di dalam kereta dorongnya. Koran ditaruh di bawah kereta. Bersama anak tengah yang memegang kereta, menyusuri jalan dekat rumah, memasukkan koran demi koran.


Kali pertama jari-jari perih, lecet kena kertas dan tepi pintu. Sesusahnya, jari sudah kebal. Yang menakutkan paling jika harus memasukkan koran ke rumah-rumah tertentu yang memelihara anjing. Sungguh, jantung saya terlompat ketika membuka lobang surat dan ‘Guk guk’! Pintu berderak kena terpaan sepasang kaki dan satu moncong menarik koran. Beberapa lama kaki saya terhujam ke tanah, tak mampu bergerak. Sejak itu, saya selalu waspada.


Kerja loper koran ini, alhamdulillah, mendidik anak kami prihatin dan tahu diri. Mereka juga asyik terlibat dalam memasukkan leaflet ke dalam koran. Bahkan baru saja bangun, anak tengah sudah minta ijin kerja koran. Karena mereka demikian menolong, satu pekan gaji loperan dihadiahkan pada mereka untuk membeli  leap frog, mainan penolong membaca.


Alhamdulillah, karena kemahalan biaya, kami tidak mampu punya 'khadimat' alias pekerja domestik di rumah. Semua dikerjakan sendiri. Mulai dari belanja bahan masakan mentah, sampai memasaknya, dan menyuapkan kepada anak.  Dengan demikian, tidak ada masa anak bersama orang lain. Hingga, kami yakin, apa-apa yang mereka dengar, yang mereka serap semua sudah difilter :-)


Ada saja pilihan untuk memasukkan mereka ke nursery** pemerintah. Namun, sebisanya, kami menjaga anak di rumah. Tidak apa tidak punya uang lebih, namun anak selalu melihat dua wajah yang mencintai mereka dengan sepenuh hati.


Membiarkan mereka bersama orang lain (apalagi yang digaji...di mana kecintaan mereka belum tentu seikhlas kita) bagi saya agak mencemaskan. Bagaimana jika mereka tidak nyaman? Anak memiliki perasaan sangat halus. Mereka sangat tahu mana-mana senyum terpaksa, mana-mana cinta sepenuh jiwa. Dan menyirami jiwa mereka dengan cinta, lebih berharga daripada membelikan mereka mainan baru dan bagus.


Senang sungguh hidup di LN  saat anak balita, karena pergi dan pulangnya bisa sesuai kemauan mereka.


Semoga menit-menit bersama itu menumbuhkan mereka menjadi muslim/ah yang sholeh/ah, berguna untuk umat.


 


"I love you very very much Umi...every day I ilke you"  adalah 'gaji' yang tak ternilai harganya.


3. Tak perlu punya rumah karena banyak kontrakan. Di Scotland, kalau mau sabar dikit, bisa nyewa dari council yang super murah. Jika nyewa dari private landlord dan kebetulan dapat landlord orang Pakistan yang super baik, lima tahun nyewa, harga cuman beranjak 20 pons. Sodara seiman lah. Jadi, banyak cingcau juga.


Karpet jelek dan bulukan, lapor sama landlord. Diganti baru. Nggak perlu bayar mortgage/kreditan. Tak perlu berhutang melebihi kemampuan, hingga sabet sana sini, tak tentu lagi halal haramnya.


4. Nggak perlu stress ngejar karir. Nggak ribet mikir promosi dan sebagainya. Status kita abadi, cleaner, dan selalu cleaner. Harus bisa menerima, sebagai orang asing, berkulit coklat, dengan penampilan berbeda (jilbab) pekerjaan yang banyak tersedia ya cleaner. Wajar saja. Tak perlu diperdebatkan.


Bahagianya para ibu Indonesia yang bisa menopang ekonomi keluarga mereka dengan menguli di kantor dan sekolah. Cleaner namun bisa haji. Cleaner namun bisa jalan-jalan ke eropa (ada teman yang tur ke eropa dari hasil menguli).Cleaner, namun bisa banyak hal...


Nggak bikin kepala pusing, atau otak tersiksa...


Sepanjang bisa ngosongin tong sampah, bisa nyapu, bisa vacuuming, bisa ngepel, kerja di tangan. Apalagi, ibu-ibu Indonesia terkenal pekerja yang rajin, teliti dan baik.


Eh Hm.


Semoga, kembali ke anah air, kesederhanaan itu tetap terjaga :-)) Walaupun kembali ke tanah air = kembali kepada dunia menulis....dekat dengan pembaca Muthmainnah :-)) (*!"@!!)  Sungguh, menjadi Ibu di rumah sangat berharga. 


Tell me that I lost my fighting spirit, I care none of it (I know that I can be anyone I want, bi'idznillah) tapi, menemani mereka, sampai mereka tak perlu ditemani lagi adalah pilihan :-)


 


***


Sir Thomas Bertram (Mansfield Park: 'Anak yang dibesarkan dengan keprihatinan dan pendidikan moral, lebih berhasil menjadi manusia yang utuh daripada anak yang dibesarkan dengan fasilitas dan kemudahan'.


 


note:


Royal Mail, Christmas manual = pekerjaan di kantor pos local khusus Desember saja. Biasanya Royal Mail merekrut ratusan pekerja temporary.


Nursery = fasilitas penjagaan anak pemerintah untuk orangtua bekerja. Ada nursery yang mulai dari jam 7.30 – 18.00. Segala pilihan jam dan jenis nursery tersedia. Dari yang gratis, hingga membayar pun ada.