Pernah merasakan tiba-tiba kaki berubah jadi jelly? Tiba-tiba ingin balik kanan saja? Tak usah maju ke counter check in? Semua saya rasakan saat akan terbang 16 April lalu.
Andai, saya bisa cancel saja flight ini...Andai tak harus pergi. Setelah check in, suami dan anak pun diusir, karena semakin lama bersama jelang terbang, semakin perih hati saya.
Dengan hati tak menentu, saya duduk di pesawat kecil Airfrance yang akan membawa saya dari Newcastle ke Paris. Dua jam sebelumnya nunggu di departure longe, sambil baca Qur'an. Dalam pesawat, banyak dzikir. Kata suami, saya dekat dengan Allah, maka banyak-banyak berdoa.
Perbedaan perasaan. Tahun 2000 ketika mendarat, yang ada rasa asing. Lapangan rumput yang asing. Rumah aneh dan tak bersahabat. Kali ini, saat menjauh darinya, sungguh all the nook and crook are close at heart. Seakan meninggalkan sahabat dekat.
But, Newcastle, I'll be back, insya Allah.
Karena terakhir melihat plane safety plan tahun 200 itu, maka saya mencermati detil apa yang harus dilakukan jika terjadi sesuatu. On the contrary, nenek di bangku ujung satu lagi care none of it. Dia terus asyik membaca koran yang dibawa. Tak peduli sekitar. Hm.
Turun di Charles de Gaule. Wow! Ghueede amat!
Dari pesawat naik bus, menuju arrival lounge. Dari situ, diperiksa pasport and everything. Lalu keluar lagi, naik bus menuju Terminal 2C (padahal nyampenya juga udah terminal 2 loo). Di sana, check in lagi. Lalu masuk jejetan panjang gate. Waktu baru menunjukkan 9 malam waktu setempat. Sedang pesawat ke Singapur jam 11 malam.
Apa akal? Mau sholat, tak ketemu ruangan quiet room. Belum lagi tas yang dibawa, jahitannya mulai mengendur. saya menjahit ulang tas peninggalan teman. Sekarang, jahitannya sudah lepas satu-satu. Hh.
Akhirnya menekuni buku bawaan. Emma. Jane Austeen. Diselingi ke toilet dan jalan cari money changer.
kerongkongan haus. Mau beli minum. Botol air putih 3,5 euro. Dari rumah cuma membawa 2 euro, logam uang yang diberi teman, satu hari. Tak ada makanan atau minuman yang bisa dibeli dengan 2 euro. Jus kotak dan apel tak cukup mengganjal perut.
Money changer tutup.
Akhirnya, menabahkan diri, dan menulikan rasa kering di kerongkongan.
Jam sepuluh lewat, boarding mulai.
Wuih, dapet duduk di jendela lagi. Alhamdulillah. Di sebelah dua gadis muda Perancis.
"Do you speak French?"tanyanya.
"No. Do you speak Englis?"
"No."
Akhirnya saling melempar senyum, kami asyik urusan masing-masing. Saya sholat maghrib dan isya. Dua teman mengutak-atik tivi.
Makan malam lumayan enak. Ikan dan nasi a la cina. Filem yang diputar ada beberapa Lavender Women, Harry POtter dsb. Dua anak sebelah agaknya juga baru naik pesawat. Mereka tak henti cekikikan ketika menemui hal-hal baru. Saling jaga dan inform each other lah.
Sedari masuk, hingga beberapa jam kemudian, lelaki di depan mulai bertingkah ajaib. Dia bilang dia dari Scotland. Agaknya dia baru saja kehilangan pacar. Dia sudah setengah mabuk. Makin malam, dia makin ajaib. Satu ketika, saat pulang dari toilet, dia menjawil lengan saya, "Come in. I'll take care of you."
Hiyaaa! Jijj...deh.
Buru-buru masuk kursi sendiri.
Saya berusaha tidur. Sedang dua gadis sebelah selalu diganggu lelaki itu. Beberapa kali pramugari mengingatkan. begitu lagi. Bahkan dia sudah mengeluarkan sebotol besar minuman warna merah. Ugh.
Puncaknya, dia menjulurkan badan ke belakang. Dengan bahasa Inggris patah-patah dua gadis ini mengusirnya. Entah pura-pura, entah beneran, lelaki tak mempedulikan permintaan dia, seakan tak mengerti.
"Please, leave us alone." Saya angkat bicara.
Dia menoleh cepat.
Yaa, jadi sasaran berikutnya. Dia mulai menceracau.
"Please, just leave us alone. We need to sleep."
"Well, you know what hurt me most?"
"Just turn around, please. Leave us be. This is our area."
Dua gadis Perancis mengagguk-angguk.
Dua menit kami aman. saya memejamkan mata. Namun terpaksa membuka mata lagi, ketika anak gadis di sebelah terdengar gelisah.
Lelaki itu lagi.
"Do you want me to go to the captain?" Saya mulai panas.
Dia menoleh. "What?"
"I can report you to the captain, if you keep annoying us."
Pramugari datang lagi. dia dibawa pergi. Anak gadis yang duduk paling luar menangis. Saya mencari pramugari.
"She cried because of that man."
Bertiga mereka bicara dalam bahasa Perancis. saya tidak emnegrti. Namun akhirnya dua gadis itu dipindahkan duduknya.
Saya sendiri. Berusaha tidur. Lelaki itu datang lagi, bersama pramugara.
Ugh.
Tiba-tiba. Seuatu menyruh saya membuka mata.
Allah!
Dia berjarak beberapa senti saja. Dia berdiri, di dekat kursi yang tengah.
"Get out!! get out of here!!"
Bapak yang duduk persis di depan saya dalam sekejab bangun, berdiri dan menarik lelaki itu keluar.
"I am concern about you, you know."
Saya sudah menggigil, menahan segala rasa.
Seorang pemuda Cina di jalur tengah ikut berdiri. Dua Pramugari mendekat dan menyeret lelaki itu ke belakang.
"Are you alright?"tanya pemuda Cina.
Saya mengangguk, masih dengan hati berdebar.
bersambung