Jumat, 27 Januari 2006
Kenangan One Year Tsunami..
Kenangan dari One Year Aceh tsunami Remembrance
Dua hari sebelum Sabtu, saya sudah menyiapkan ransel besar. Ransel besar ini dulu dibeli untuk dipakai pergi haji suami, pada 2001. Karena yakin tidak akan terpakai dalam waktu lama, tu ransel disimpan di dalam plastic hitam besar.
Kamis sore sudah memasukkan baju ganti, nappy, wipes and all children essentials. Biasa deh, emak-emak. Kerjaan Ihsan masih bejibun. Nyiapin auction particulars, CD Raihan belum datang, narasi video show belum dibikin, dst. Seperti biasa, rapat dengan panitia lain, onlen, malam bangeet....selesai jam 12.
Teler deh.
Jum’at kembali menonton video Aceh. Karena sudah tiga kali nonton, sudah agak kebal. Sebelumnya, belum nulis, udah banjir air dulu...nggak bisa mikir apa-apa.
Rapat onlen lagi dengan Riri, masalah narasi video show dan auction. Kerja cleaner Jumat sendiri pula...nggak ada temen. Karena cleaner yg dari agency nggak datang. Grr. Ngerjain 7 labs lumayan. My feet were achie.
Seperti malam-malam sebelumnya, pulang kerja langsung duduk di depan kompi. Anak-anak sudah 3 hari nggak keurus. Mereka semua jadi anak Abi. Makan, mandi dst. Dipikir-pikir, sebenarnya sudah tiga hari juga saya nggak pernah makan proper. Sekedar comot sana-sini. Kadang cuman bertahan dengan minum kopi doang, sampai siang. Betul-betul jelek ya.
Narasi videoshow baru selesai jam 10 malam, dilanjutkan dengan diskusi dengan Riri. Kepala udah berdenyut-denyut. Akhirnya, malam itu kerja tuntas.
Sebelum merebahkan badan, menyempatkan diri menambahi perlengkapan yang dibawa anak-anak esok.
Sabtu Pagi.
Anak-anak bangun super lincah. Karena hari yang ditunggu-tunggu tiba. Naik train! Tiket kita untuk train jam 10. Jam 9, teman suami janji datang, dan mengantar ke train station. Saya menyiapkan segala kue, minuman, susu, dan bekal untuk pulang-pergi naik train.
Kalau beli minum di jalan, bisa 1 pound sebotol. Belum lagi, teh panas bisa 2 pound. Capucino kesukaan saya,waa, dalam train bisa 2 pound something. Jadi, mending, bawa semua dari rumah.
Mereka sudah mandi, sudah ganti baju, sudah makan. Satu jam nunggu berangkat, kelincahan mereka sungguh-sungguh bikin stress. He he. Karena, saya belum makan, belum nyiapin baju, belum ngeprint narasi dan seterusnya.
Suami keluar ambil uang. Saya sempatkan memanaskan kembali teh yang udah dua kali dingin. Brt, teh dua kali panas via microwave udah nggak yummy lagi. Saya memasukkan sebongkah nasi dan telor ceplok bagian saya yang belum kesentuh ke dalam kotak.
Jam 9 saat teman suami datang, ada lagi yang nelpon. Waaa.
Perjalanan ke London was quite enjoyable. Apart from my anxiety of whether our event would go smoothly or not. Udah dua malam nggak bisa tidur. Mikir banyak. Acara akan oke nggak dst.
Sampai di London jam 13. Arik begitu turun langsung nanya,”Mi, where is platform 9 ¾?”
Ha ha ha. Dia bukan penggemar Harry Potter. Dia penggemar train. Dia suka melihat clip Harry Potter yang bagian steam trainnya. Sisanya nggak tertarik.
Akhirnya kita nyari ke arah samping stasiun. Ada sih. Cuman ya gitu, betul2 ‘bo’ongan’. Kalau di filem, tempat masuk itu antara dua flatform kan? Yang sebetulnya dinding doang. Bukan pembatas dua platform.
Eniwei, selain Arik, udah ada rombongan gadis yang nunggu kesempatan difoto.
Seorang anak bule, seusia Arik teriak,”It won’t open. It is just a wall. Nothing behind it.”
Yes, we do know it, darling.
Keluar Kingcross, kita diskusi apakah akan naik tube atau bus. Naik tube cepat, cuman harus turun tangga. Dengan pushchair, it is awkward. Nggak ada lift. Imagine, kota segede London, stasiun sebesar Kingcoss, nggak ada lift!
Akhirnya mutusin naik bus. Lebih murah, pushchair masuk, dan nggak terlalu lama. Hanya 20 menit. Kita nanya 2 teenager pakai jilbab di mana LMC. Mereka janji, nanti memberi tahu jika harus turun. Tapi, mungkin karena mikir yang lain, mereka ngasih tau saat bus hampir jalan lagi. Akhirnya pakai acara teriak dulu sama sopir, minta stop, karena mau turun.
Jam 2 di London Muslim Centre aka East London Mosque.
Allahu Akbar...serasa masuk kampung melayu. Toko buku muslim, toko baju muslimah, burger halal...sepanjang jalan, semuanya bernuansa halal-muslim. Sepanjang jalan yang nampak juga berjilbab dan berjenggot.
Now what?
Pintu masuk di mana?
Akhirnya nelpon Ihsan Chairman dulu. Suami disuruh masuk tempat brother, nanya pintu masuk dari mana.
Alhamdulillah, ketemu panitia lokal. Kita mengikuti beliau ke belakang gedung. Beliau bawa buah dan perlengkapan konsumsi.
Baru ada satu dua panitia lokal, anak PPI London. Akhirnya, nolong nurunin meja.
Jam 3 semestinya panitia lain sudah datang. Belum banyak yng muncul. Akhirnya keluar dulu beli makan, karena perut udah melilit juga.
Muhammad refused point blankly. Dia tidak mau makan. Terlalu excited dengan teman baru. Lari kian kemari.
Yeni datang saat kita sedang makan. Dia ikut makan sambil mengurusi anak-anak operet.
Setelah makan, sampai menjelang jam 7, kerjaan serabutan. Antara monitor anak operet, ngurusi auction, diskusi narasi dengan Pak Mufi (asli Aceh), sampai masalah slide yang belum selesai untuk anak operet. Diselingi menghias panggung.
Idenya, Aceh paska tsunami. Perlu kayu, ranting, kain kasa, obat merah dst. Baru ada seplastik ranting dari Wahyu. Dikit amat. Kain kasa hanya ada satu helai. Dicat merah, menyerupai warna darah dan dililit di antara ranting. Seplastik lagi ranting dari Mbak Neng. Akhirnya sekeliling panggung dikasih ranting. Nggak ada kayu...padahal maksudnya, kayu rebah = Aceh masih rebah...He he he. Mengunakan yang ada ajalah.
Riri sibuk wira-wiri. Pak Ali berkutat dengan slide show. Hebat ni Bapak. Pada saat sinusitis beliau sedang kambuh. Tak akan ada yang tahu, kecuali orang-orang yang menangkap bayangan istri beliau nyari apotik dan memberikan obat ke beliau.
Sempat stres karena musik/rekaman percakapan anak2 nggak bisa diputar.
Mbak neng sibuk telepon anak beliau yang lebih paham masalah rekaman ini. Ketika ketemu file yg bener, ternyata percakapan setelah cericit burung juga bermasalah. Keciil sekali. Walau sudah ditolong oleh sound mixer, tetep kurang bagus.
Seadanyalah.
Gladi resik anak-anak bikin stress. Udah gitu, tim nasyid Al Ikhlas juga bermasalah. Ketika latihan, mereka makai musik pengiring. Tanpa musik pengiring, mereka jadi kacau.
Asli, stres. Sama Riri sering akhirnya saling pandang, hopeless.
Korlap entah dimana pula.
Jam 7.
Molor satu jam, Ihsan One Year Aceh Tsunami Remembrance dimulai.
Jangan tanya urut-urut acara dan gimana jalannya.
Saya ada di belakang panggung, ngurusi anak-anak.
Berdua Ifa, (Ada Yeni juga tentunya....Mbak Neng dan Adam di ruang suara) mengatur operet.
Sukses?
Kata yang liat, anak-anak aktingnya bagus. Alhamdulillah.
Ketika tim nasyid tampil, saya mengambil boks CD Raihan dan barang-barang auction lainnya. Diseling ganti nappy Wafa. Udah luber. Membasahi tight dan vest dia. Akhirnya jadi ganti baju Wafa. Suami banyak di luar, ngurusi anak-anak. Creche nggak jalan.
Kembali diskusi sama Pak Dono, tentang alur auction. Mana yang duluan dijual dan seterusnya. Pak Satya udah bergabung.
Videoshow...o o o....masalah. Komputer nggak ada koneksi ke layar. Panik lah ya.
Riri udah kalang kabut.
Pak Ali saja yang cool sendiri.
Saya? Jangan ditanya.
Alhamdulillah, waktu kosong diisi Pak Mufi dengan cerita pribadinya.
Karena kurang latihan....narasi ke mana....cerita Pak Mufi lain lagi. Udah nggak sesuai dengan skrip yang saya tulis.
Untungnya, cerita beliau (karena orang Aceh juga) masih dalam alur...walaupun yang diinginkan itu, kalimat pendek2 setiap ½ menit...hingga yang banyak bicara adalah gambar.
Well, mau gimana lagi?
Juga lupa menyampaikan pesan suami. Suami mengingatkan karena gambarnya banyak yang sangat menyeramkan, harus diingatkan penonton akan keseraman itu.
Udah terlupa deh.
Sesudah videoshow, ada slide show Ihsan...
Saya membagikan pensil dan kertas untuk auction.
Auction dipandu Pak Dono dan Pak Satya. Yang satu lucu, yang satu cool. Pas dan bagus.
Peci terjual 60 pound, sarung 70 pound, and surprias, CD Raihan satu set lengkap, ditanda tangani, laku 280 pound! Satu set kerajinan tangan anak Aceh, korban tsunami laku 200 pound.
Best of all, ketika kita menjual program becak, tercatat 11 becak dibelikan penonton untuk rakyat Aceh. Satu unit konveksi juga laku.
Alhamdulillah. ALHAMDULILLAH. Hanya Dia saja yang membolak-balik hati manusia.
Ketika orang-orang dinner, saya dan Riri dapat penyakit yang sama. Tidak bisa menyuap nasi sedikitpun.
Sampai acara berakhir.
Sedihnya, sibuk di belakang dan samping panggung membuat saya tidak bisa menikmati acara. Worst, saya tidak bisa menyapa teman-teman lainnya.
Sempat hai hai dengan Mbak Amel. Tapi nggak lama. Bahkan tahunya dari yang lain, kalau ada Mbak Dian Neilson. Sama Mbak Miya dan Uni Elsye sih ketemu. Tapi, ya gitu, nggak bisa cerita lama-lama.
Taunya ada Mbak tati dari ngeliat foto Pak Dono! Hu hu huk.
Dengan Arik, sejak acara mulai, saya nggak ketemu sama sekali. Baru liat dia, ketika mau pulang...
Pulang juga serba rush. Karena udah hampir midnight. Kita nyewa kamar di travel lodge, masih 1 jam perjalanan. Takutnya, lewat jam 12 kita udah nggak dibolehkan masuk kamar.
Berbagi muatan mobil...Suami ikut keluarga Pak Ali. Saya dan anak-anak ikut Riri. Bismillah. Semoga polisi udah pada tidur...
Pak Zakky mana sangat lucu pula.
“Yang beli kerajinan nyesel tu.”
“Kenapa?”
“Iya. Tadi dia beli anak tiga kok. Anaknya mana?” (Kerajinan anak diperagakan oleh anak Al Ikhlas)
HA ha ha.
Capek, nagntuk, dan tiba-tiba perut perih.
Riri juga.
He he he. Entah kenapa, sama Riri sering banget kembaran. Baik perasaan, pikiran...hi hi.
Thorrock itu jauh keluar kota.
Namun, subhanallah, setelah melewati lorong sempit agak pengap, kita masuk kamar yang ....waaah...10 pound murah amat untuk kamar en suite, tempat tidur luas, disampingnya sofa duduk yang bisa disulap jadi dua single bed...Muhammad yang memang tertidur, langsung lelap. Wagfa tidur. Arik yang masih bolak-balik.
Suami bolak-balik ambil barang. Bagi makanan dengan Riri.
Dan pulesss.
Pagi.
Wafa dan Muhammad bangun pagi. Mandiin mereka...dan gabung ke kamar Riri untuk makan pagi...sedang para Bapak di kamar kami.
Adduh, anak-anak...langsung klik gitu...
Tetap ceria walau segitunya kegiatan sehari sebelumnya.
Ketika teman-teman panitia lain pulang Ahad, saya dan keluarga pulang Senin siang. Alasannya, apalagi kalau bukan,....tiket murah. Kalau maksain pulang Ahad, harga tiket bisa melambung dari 20 pound each...jadi 50-an. Ya, numpang tidurlah di rumah Teh Titin.
Berhubung, bersama begini bisa dibilang once a year, kita jalan-jalan ke pusat kota London. Westminster, aquarium. Yeni, yang sangat santun dan baik budi menemani dan membiayai. Allah sajalah yang akan membalas kebaikannya.
Bagi anak-anak, it’s London this...and London that. Tante Yeni this and that....
Hamdallah karena satu kerja selesai...
Semoga berarti banyak...
Kerja berikutnya nunggu....
Daurah Akhwat UK....
Minggu, 08 Januari 2006
Hiya...Syereem (Tujuh Tahun Lalu)
Desember, 1998, abang dengan sebel bertanya, "Bagaimana Teh?"
Dengan sok culun saya menjawab, "Bagaimana apa, Bang?"
"Mau nggak dikenalin sama calon Abang?"
Adhoh, saya sedang bete dengan urusan yang satu ini. Pernah bad luck pada soal taaruf-an. Mending, enjoy the time of my life dulu deh. Punya dua kerja, sibuk beraktivitas.
Males gitu loh.
"Katanya, kalau ada yang akan ngiket di Bandung, adik mau kembali." (kerja di Jakarta)
Huk.
"Ya iya sih." Nyengir sendiri.
"Jadi, bagaimana? Mau kenalan?"
"Nggak mau sama orang Padang, ya?"
"Yee, kenapa?" Abang terdengar sangat sebel.
"Ogah." Dalam kepala saya keluar titel 'selfish...panceme'eh dst'
Abang misuh-misuh. Saya cengar-cengir.
Sabtu, sore itu beliau bela-belain datang ke kantor saya, majalah wanita di Jakarta. Sungguh saya surprise, salut...plus takut. Surprise karena Abang saya manusia super sibuk. Salut karena demikian perhatian sama anak bandel ini, sampai bela-belain ngunjungin kantor untuk janjian ketemu. Dan takut....si Abang serius abis, euy!
Kembali dijejali dengan macam-macam pertanyaan dan 'doktrin'.
"Imun mau ke Australia, Bang."
"Hah? Kapan?"
"Ya, kapan-kapan sudah ada uangnya."
"Ngapain?"
"Nyari kesempatan master, kalau nggak dapet ya cari pengalaman."
Ada satu nama yang muncul dalam ingatan, seseorang yang already begged me to marry him...I am not for it at all, mind you. Juga beberapa sahabat yang mukim di sana.
"Nikah dulu, baru sekolah lagi."
Yee, apa hubungannya.
"Teh Imun, sayang loh kalo tidak mau dikenalin." Gantian Teteh, istri Abang yang promosi.
Saya speechless. Teteh tipe pendiam dan jarang komentar masalah pribadi kami. Lha, pertanda apa ini?
"Ibaratnya, jika sama A, teteh ke kiri, sama yang ini, ke kanan." (Abang deh yang ngomong). Mau ngamuk rasanya. But, maybe he has the point.
"Pokoknya, Abang jamin, semua obsesi Teteh insya Allah tercapai dengan yang ini."
Saya kehilangan protes sama sekali. Saya percaya dengan Abang, seseorang yang telah mengambil resiko besar dalam 'memungut' saya...
Ternyata....Padang! Ternyata calon dosen...glek...ternyata...tue (beda 5 tahun).
Tapi, bismillah, saya melangkah.
Jumat nginep di rumah Abang, Sabtu pagi calon Abang datang memberikan datanya, sekaligus mengambil data saya.
"Nanti intip saja dari kamar, oke?" Abang mengajari. Mau sih, tapi, wah, orangnya jalan cepet dan nunduk. Nggak keliatan manis atau apanya.
Sabtu sore ditelpon lagi. "Gimana? Lanjut?"
"Lanjut? Taaruf?"
"Iya."
Kalau cuma taaruf, siapa takut. "Ayo." Toh, open for no or yes.
Ahad jam 7 pagi diskusi sampai jam 11.
Jarang bertemu dengan seseorang yang sangat pede seperti ini, cerdas dan tangkas dalam menjawab pertanyaan.
"Tipe istri seperti apa yang akhi mau?"
"Yang sholelah."
"Tapi kan kita lahir dengan berbagai latar belakang. Budaya, pengalaman psikologis, sosial. Bagaimana akhi menyikapinya?"
"Kesholehan wanita akan mencelupi yang lain."
"Bagaimana pandangan akhi terhadap akhwat beraktivitas di luar rumah?"
"Tergantung aktivitasnya apa dulu."
"Jika dakwah menuntutnya keluar?"
"Saya akan sangat beruntung bisa bersama seseorang yang berguna bagi dakwah..."
Demikian sekelumit diskusi...Intinya, skak mat.
"Jadi, kira-kira, jika saya ditanya orang tua, bagaimana ya menjelaskan taaruf ini?"
Abang nyela, "Loh, Akhi, kita cuman belum sepakat dengan tanggal akad kan?"
"Iya." Suara itu kalem.
I was gobsmacked. Rasanya hampir terguling dari duduk. "Loh? Kan belum ngelamar sedikitpun, teh?" bisik saya panik sama Teteh. Kan baru taaruf? Kok sudah masuk bab 'tanggal akad?' KApan aye dilamarnya? Kapan aye bilang iya?
"Tanya saja." Teteh menyikut saya.
Saya menatap lemari yang membatasi kami. YA Allah, inikah jawabanMu? Berbulan-bulan saya meminta Dia saja Yang tercinta yang memutuskan untuk saya, siapa yang akan menjadi teman hidup saya. Saya lelah menilai, menimbang dan memutuskan. Takut salah. Tak mau salah. Saya bertekad, tidak akan menjadi yang berkata 'iya' dan 'tidak'. Makanya, untuk memutuskan 'maju' saya perlu lama sembunyi dari Abang.
Ini jawabanMu ya Waduud?
Saya calon istri!! Unbelieveable! To someone yang still totally stranger.
Dua bulan, pengenalan itu belum dekat. beda kota. Tidak ada telepon. Tidak pernah ketemu kecuali ketika beliau bertamu ke rumah, sehari sebelum lebaran, beberapa pekan setelah diskusi 3 jam itu. Lalu pesan banyak melalui Abang.
Sampai kemudian, pulang, 6 Dhulhijjah, di Palangki berhentinya. Sore menjelang malam. Umak udah hampir menangis karena panik. Semua persiapan sudah siap. Kamar pengantin sudah didekor bako, namun calon pengantin belum sampai.
7 Dhul berkelahi dengan sepupu yang kerja di Puskesmas. Kantor KUA hanya mau menikahkan calon pengantin yang disuntik. Saya pernah diceritakan, suntik puskesmas ini kadang suntik KB yang bisa memandulkan. Beliau hopelessly kind and happy for me, and insisted that the injection is a must. And I am a paranoid city girl who question everything. Why?
(Mind you, to think of the aspect of 'baby making' enough to drive me mad...Is it possible to get married, have children without that intimate part?)
Sore Rabu itu saya asyik dengan paman saya, menurunkan semua tetek bengek kamar pengantin (hasil kerja bako...bako = keluarga ayah). bayangkan! Serba merah dekat ke ungu? Creng dan fantastik...Just not me at all!
"Imun nggak akan mau masuk kamar itu."
Baralek di rumah Etek, sedang nginep di rumah Mak Tuo. Jadi, betul, kamar itu cuma hiasan saja. Tidak akan ditempati. But, you know....the colour?...
Mak setengah tersenyum, setengah sebel. "Mau bagaimana lgi? Bakomu yang memilihkan."
"Nggak. Warnanya! Ampuun."
Saat itu paman (beliau anak dari saudara seayah nenek dari pihak ibu) memberikan solusi. Beliau akan membawakan pernik kamar pengantin dari Solok, bekas kakak perempuan beliau. Yang jelas serba netral lah warnya.
Kami asyik memasang pernak-pernik kamar sambil sesekali ditimbrungi Mak. Serasa kembali ke 6 tahun yang lalu, saat kami satu SMA, beliau kelas tiga, saya kelas satu. Sepanjang satu tahun itu, saya menjadi 'anak kamanakan orang terkenal'. Karena paman saya lumayan terkenal di SMA 2...Sebenarnya, sebagai anak kelas satu, yang satu dari dua pemegang NEM di atas 53, saya lumayan terkenal seeh...di kalangan guru maksudnya. Hi hi hi, soalnya, ada beberapa guru yang ketika mengabsen, menatap agak lama. Ada yang berkomentar,' O, ini Maimon itu'....asumsinya...jauh panggang dari api, kak kak kak.
Datang 8 Dhulhijjah...sungguh, saya mati rasa. Sepupu mengajak berdandan. Hanya mau dibedaki dan cari lipstik sendiri. I would say, a very simple choice...dibanding dengan nasib teman-teman yang dipaksa jadi 'someone else' oleh penata rias. Inin, sepupu saya, tidak memaksakan apa-apa.
Coming the 'h' hour. The feeling was so heavy. I was not ready. Nggak siap ya Allah, jadi istri a stranger.
Tapi, mau bagaimana juga belitan perasaan helpless itu, akad terus berlangsung. Dengan lima kali pengulangan. Kesalahan pada Papa.
Ketika semua mengucap hamdallah, seakan tubuh diguyur air es. Saya seorang istri!! Allah! How am i going to deal with it? Bisa dibatalkan saja nggak ya?
Ketika usai Ashar, saya dan beliau diajak isirahat di rumah Mak Tua, karena ba'da Maghrib akan ada 'alek kampung', saya memilih mengganti baju di kamar sepupu, membiarkan beliau di kamar saya, dan menunggui Inin masak ikan panggang di dapur.
"Mun, temani dia. MAsa ditinggal sendiri. Tanya, mau minum nggak."
Ya Allah. Saya bukan pengecut sama sekali. Namun, sungguh, sekali itu, seumur hidup..., mau buka pintu itu....seperti menuju tukang jagal!
Tangan saya seberat satu ton kilo, ketika harus mengetuk pintu itu.
"Masuk saja."
Saya langsung ingin ngibrit lari.
Dan ternyata, lelaki Padang itu sabar dan bijaksana menghadapi perasaan itu.
Ah, betapa saya berusaha mengecilkan badan sekecil-kecilnya ketika duduk di kursi, jauh-jauh di sudut. Berharap semoga beliau tidak aware dengan saya. Betapa saya kehilangan suara, ketika ditanya...
7 tahun sudah kami bersama....
Allah Maha Suci...
Dialah sahabat, kakak, kekasih, pasangan....
Dia belahan jiwa...
Juliandri, lelaki sederhana yang amat teramat tidak ekspresif, lelaki yang berusaha konsisten dengan SabiliLlah...yang mengajari dengan qudwah...dengan segala kekurangannya...Lelaki yang manusia biasa....
Semoga kami kembali bersama di surga...amiin.
(Bi, kalau bidadari di surga itu siapa?................Bidadari Abi kan Umi.......tuing tuing)
newcastle....pagi 8 Dhulhijjah....mengenang mitsaqon gholizho...
Ngantuuuk...tapi...HELP!!
Addduh, deh.
Nggak akan komplen sebenarnya....but who knows, maybe any of you have a good suggestion.
Kalau baca 'too early winter...dzikir maut'....sekarang keadaan itu almost daily. Hu hu hu.
Apalagi pas malem. Iduang tapakok, indak bisa maangok. Jum'at ke dokter. Persistent Rynitis (?) disebabkan oleh alergi house mite. Glek.
Sabtu kemarin akhirnya bongkar rumah dari depan ke belakang. Attack house mite! Karpet baru yang dimintai ke landlord 3 bulan yg lalu, kebetulan akan dipasang sabtu pagi. Sekalian lah.
But, sodara...
Semua debu yg nampak sudah dibersihin. Vacuum all surface, ganti bedding, tuker posisi furniture...
Tetep saja... nggak bisa nafas lewat idung. Udah ngantuk banget nih. Mencoba tidur, tapi hidung ngeces terus (Bukan dari mulut...) Asli air mengalir begitu saja. Kebayang para bocah kalo kena cold dan hidung mereka tersumbat gitu. Tersiksa.
Dikasih resep sih. Anti histamin, antibiotik, sama nasal spray. Cuman, belum ditebus. Soalnya sertifikat gratis obat udah habis. Kalo ambil dulu, bakal bayar 18 pon = sepekan lauk-pauk. Nggak tega sama dompet, hiks.
Apa ya obat natural yang bisa dibikin di dapur? Teh anget nggak nolong. Muka di steam, malah yang ada perih doang.
Sekarang sedang buka jendela ni. Katanya house mite hate cold and dry house. (On the contrary, karena penghuni rumah orang Asia...dan nyewa dari orang asia pula...hingga old and dilapidated) rumah kita hot and damp....a perfect breeding for house mite!! Nggak cuman perfect untuk Indonesian penniless student. Hiks.
Pake jaket, berharap semoga angin dingin winter menakutkan house mite dan dia ngacir duluan sebelum menyerang saya.
Tapi, geuningan, sama saja. Hidung tetap almost blocked entirely.
HELP!!
Senin, 02 Januari 2006
One Year Aceh Tsunami Remembrance.
Izinkanlah saya menyampaikan rencana kegiatan Indonesian Humanitarian and Social Aid Network (IHSAN) untuk mengadakan acara fundraising bulan Januari 2006.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran kita terhadap perlunya membantu saudara-saudara kita di Aceh dan sekitarnya yang masih berjuang keras dalam kehidupannya, IHSAN akan menyelenggarakan acara One Year Aceh Tsunami Remembrance.
Adapun acaranya akan diselenggarakan :
21 Januari 2006
Jam: 18.30 - 21.30
Tempat: London Muslim Centre
Whitechapel Road
London E1 1JQ
Selain dinner dalam acara itu juga ada persembahan Nasyid dari Grup As'shiq a- Rasul dan lelang amal.
Semoga sahabat semuanya bisa ikut memeriahkan acara ini dengan jalan membeli tiket yang sudah di! sediakan serta ikut memberikan donasinya untuk korban tsunami.
One Year Tsunami Remembrance
Start: | Jan 21, '06 6:00p |
End: | Jan 21, '06 9:00p |
Location: | London Whitechapel |