Menjelang liburan nasional seperti natal, tahun baru, atau libur anak sekolah, biasanya transpor umum membludak. Namun, selama di UK, baru sekali kami mengalami disarden dalam train. Duluuu sekali, tahun 2000. Itu juga karena train sebelum dan sesudah yang kami naiki di cancel karena masalah teknis. Jadilah, peminat 3 train terpaksa berjejal di dalam satu train.
Tapi, karena pushchair masih bisa masuk, at least, Arik masih bisa duduk. Sedang saya dan Pak Andri berdiri desek-desek.
Akhir pekan lalu, kami sekeluarga ke huddersfield. Pulangnya masih siang. Biasanya, dari Hudd jam segitu, train masih lapang.
Namun, ternyata, tidak. Begitu banyak orang, namun anya tersedia 3 coach. Kami lari ke depan, penuh. pergi ke tengah, ke belakang juga penuh. Sebagian nyerah dan menunggu train berikutnya. Yang entah kapan. Karena dari Hudd ke Leeds, berdasar timetable ada yang lewat 47, lewat 14. Ini datang lewat 03. Jadi ini yang mana? Kalau menunggu yang satu lagi, tidak mungkin mengejar sambungan ke newcastle. Sedang tiket leeds -ncl adalah tiket murah, tidak bisa tidak, harus ambil train yang itu. Jika tidak terkejar, artinya harus beli tiket baru, 3 X lipat dari tiket yang sudah di tangan.
Seorang teman sudah di dalam train. Saya memberikan tas plastik makanan anak2 ke dia, mengambil Wafa dari pushchair, dan memanggul ransel. SAat suami sedang knock down puschair, saya meminta dengan isarat kepada orang berdiri yang di dalam untuk maju lagi.
"I need to get in. Move, please. Give space."
Dua ibu-ibu maju, diikuti oleh lelaki2 di belakangnya. Seorang lelaki dan perempuan di tengah, yang sebelumnya menolak masuk tak bergeming.
Saya ketok-ketok jendela. Mereka menoleh. "Give space!" tanpa saya sadari, saya sudah melotot.
E e e, pintu train tertutup. Saya berlari ke pintu sopir dan mengetok-ngetok jendelanya.
Dia mendekat dan membuka pintunya.
"My bag is with my friend inside! I need to catch my connection in Leeds!" Rasanya muka itu udah tegang sekali.
"You need to speak to the conductor, pet."
"Where?"
Dia menunjuk ke samping. Dari arah belakang train, lelaki berbaju putih mendekat.
"My bag is with my friend inside!" Rasanya mau menggampar bapak itu. Udah jelas kita berusaha naik, eh, malah pintu ditutup. Sopan sekali deh.
Tanpa banyak komentar dia membuka pintu dengan kunci. Pintu terbuka. Orang-orang memberi space.
"Naik saja Bi."
Saya naik, diikuti suami dan anak-anak.
Ugh! Rasanya kepala saya sudah berasap. Keki dan sebel. Beberapa bule di sekitar tertawa dan tersenyum. Saya tidak mood ngobrol. Wafa harus digendong. Muhammad di antara saya dan seorang lelaki. Suami dekat pintu. Antara pintu, dinding dan dan suami, kejepit Arik. Di sebelah saya, akhwat.
"Cuman 20 menit, biasanya Seu." Akhwat harus mengejar coach dari Leeds jam 3. Which means quite an ample time. Saat itu sudah 15 menit dalam train. Tangan saya sudah kram. Wafa diambil akhwat. Saya mengambil Muhammad yang tertidur sambil berdiri. Saya dudukkan dia di atas luggage di depan. Nggak pake minta ijin. Aduh, my manner. Tapi, bener deh, udah nggak ada tenaga untuk berbasa-basi.
Bayangkan, di sandwich begitu, memanggul tas di belakang, dengan pakaian untuk winter (jaket tebal...2 lapis baju), menggendong Wafa yang tertidur, sungguh....seperti dimasukkan ke dalam oven!
5 menit Muhammad duduk sambil tidur, saya harus mengambil Wafa kembali, karena diperkirakan, hampir sampai ke Leeds.
"Ini jalur lambat,"jelas suami yang celingukkan.
"Masa? Kan cuma ada satu jalur. Hudd-Leeds."
"Ada dua. Yang cepet dan lambat."
"Kalau yang lambat, itu berhenti tiap stasiun, kecil. Ini bahkan nggak berhenti di Dewsbury."
"Iya, ini langsung ke Leeds," tambah akhwat.
"Ini yang lambat," jelas suami saya pelan. Very tipical of him.
Saya tidak percaya. Tapi, berlalu 5 menit, Leeds tetap tak nampak. Seketika saya lemas. "Betul ternyata, Seu, ini yang 40 menit deh."
Akhwat mulai mengitung2 jarak dari train station ke coach station. Hanya bersisa 10 menit sebelum bus dia depart.
"Semoga tidak apa, Mbak."
"Mi, Abang Arik lapar." Wajah Arik sudah sangat memelas.
"Gimana caranya mau makan, Rik,"Suami marah.
"Sebentar lagi Leeds, Rik. Sabar ya. It's not possible now to get you food. Sabar oke?"
"Tadi anak-anak makan tidak?"
"Arik makan sereal dua bowl."
Tangan saya kembali kram. Wafa kembali ke akhwat. Muhammad telah tertidur lagi sambil berdiri. Tangan suami dua-duanya memegang pushchair. Dan masih terasa sepanas oven.
Menjelang 13 menit sebelum jam berikutnya, barulah train sampai di Leeds. Lebih lama dari 40 menit. Akhwat langsung berlari keluar, mencari taksi. Saya membawa Wafa, tas mainan anak2 dan tas plastik keluar. Suami menyusul tak beberapa lama dengan anak-anak. Beberapa lama, suami tidak bisa menggerakkan kaki, karena posisi berdiri yang awkward, membuat kaki beliau kram.
"Posisi berdiri tidak betul,"jelas beliau. Saya hanya bisa tersenyum.
Sampai di platform 12A, kami menunggu train koneksi ke newcastle. Saya mengeluarkan coklat untuk Arik dan Muhammad.
Hanya 4 menit sebelum train due datang, datang train virgin, tapi arahnya berlawanan. Saya membawa pushchair ke arah yang disable coach. Suami berteriak, bahwa train itu bukan ke newcastle. Betul saja, itu ke plymouth. Akhirnya suami cari info ke depan monitor.
Ugh, ternyata platform dipindah ke 11B. Artinya, harus naik lift, nyeberang, turun lift!!
Berlarianlah ke platform baru. Dengan tiga anak, satu lapar, satu ngantuk, dan satu di pushchair, tertidur.
Ada pegawai train station di dalam lif yang sama.
"How could they change the platform just 4 minutes before the boarding!" saya memuntahkan amarah yang sudah mendidih.
"I have no idea, pet. But they will wait for you. They will."
As if!!
Sedang ketika kita di depan pintu train saja, mereka nutup pintu kok!
Dengan berlari sambil menggeret anak, akhirnya berhasil juga masuk train. Tak sepenuh train sebelumnya, namun masih banyak yang berdiri di depan toilet. Alhamdulillah di train ini, kami punya reserved seat, jadi ada jaminan punya tempat duduk.
Ugh!
You will think that a modern country like Britain will never offered you a shamble transport service like this. But, it did!
Slowly, it downed to me....aye masih aja gagah ya?
Nyengir sendiri....
Tapi, karena pushchair masih bisa masuk, at least, Arik masih bisa duduk. Sedang saya dan Pak Andri berdiri desek-desek.
Akhir pekan lalu, kami sekeluarga ke huddersfield. Pulangnya masih siang. Biasanya, dari Hudd jam segitu, train masih lapang.
Namun, ternyata, tidak. Begitu banyak orang, namun anya tersedia 3 coach. Kami lari ke depan, penuh. pergi ke tengah, ke belakang juga penuh. Sebagian nyerah dan menunggu train berikutnya. Yang entah kapan. Karena dari Hudd ke Leeds, berdasar timetable ada yang lewat 47, lewat 14. Ini datang lewat 03. Jadi ini yang mana? Kalau menunggu yang satu lagi, tidak mungkin mengejar sambungan ke newcastle. Sedang tiket leeds -ncl adalah tiket murah, tidak bisa tidak, harus ambil train yang itu. Jika tidak terkejar, artinya harus beli tiket baru, 3 X lipat dari tiket yang sudah di tangan.
Seorang teman sudah di dalam train. Saya memberikan tas plastik makanan anak2 ke dia, mengambil Wafa dari pushchair, dan memanggul ransel. SAat suami sedang knock down puschair, saya meminta dengan isarat kepada orang berdiri yang di dalam untuk maju lagi.
"I need to get in. Move, please. Give space."
Dua ibu-ibu maju, diikuti oleh lelaki2 di belakangnya. Seorang lelaki dan perempuan di tengah, yang sebelumnya menolak masuk tak bergeming.
Saya ketok-ketok jendela. Mereka menoleh. "Give space!" tanpa saya sadari, saya sudah melotot.
E e e, pintu train tertutup. Saya berlari ke pintu sopir dan mengetok-ngetok jendelanya.
Dia mendekat dan membuka pintunya.
"My bag is with my friend inside! I need to catch my connection in Leeds!" Rasanya muka itu udah tegang sekali.
"You need to speak to the conductor, pet."
"Where?"
Dia menunjuk ke samping. Dari arah belakang train, lelaki berbaju putih mendekat.
"My bag is with my friend inside!" Rasanya mau menggampar bapak itu. Udah jelas kita berusaha naik, eh, malah pintu ditutup. Sopan sekali deh.
Tanpa banyak komentar dia membuka pintu dengan kunci. Pintu terbuka. Orang-orang memberi space.
"Naik saja Bi."
Saya naik, diikuti suami dan anak-anak.
Ugh! Rasanya kepala saya sudah berasap. Keki dan sebel. Beberapa bule di sekitar tertawa dan tersenyum. Saya tidak mood ngobrol. Wafa harus digendong. Muhammad di antara saya dan seorang lelaki. Suami dekat pintu. Antara pintu, dinding dan dan suami, kejepit Arik. Di sebelah saya, akhwat.
"Cuman 20 menit, biasanya Seu." Akhwat harus mengejar coach dari Leeds jam 3. Which means quite an ample time. Saat itu sudah 15 menit dalam train. Tangan saya sudah kram. Wafa diambil akhwat. Saya mengambil Muhammad yang tertidur sambil berdiri. Saya dudukkan dia di atas luggage di depan. Nggak pake minta ijin. Aduh, my manner. Tapi, bener deh, udah nggak ada tenaga untuk berbasa-basi.
Bayangkan, di sandwich begitu, memanggul tas di belakang, dengan pakaian untuk winter (jaket tebal...2 lapis baju), menggendong Wafa yang tertidur, sungguh....seperti dimasukkan ke dalam oven!
5 menit Muhammad duduk sambil tidur, saya harus mengambil Wafa kembali, karena diperkirakan, hampir sampai ke Leeds.
"Ini jalur lambat,"jelas suami yang celingukkan.
"Masa? Kan cuma ada satu jalur. Hudd-Leeds."
"Ada dua. Yang cepet dan lambat."
"Kalau yang lambat, itu berhenti tiap stasiun, kecil. Ini bahkan nggak berhenti di Dewsbury."
"Iya, ini langsung ke Leeds," tambah akhwat.
"Ini yang lambat," jelas suami saya pelan. Very tipical of him.
Saya tidak percaya. Tapi, berlalu 5 menit, Leeds tetap tak nampak. Seketika saya lemas. "Betul ternyata, Seu, ini yang 40 menit deh."
Akhwat mulai mengitung2 jarak dari train station ke coach station. Hanya bersisa 10 menit sebelum bus dia depart.
"Semoga tidak apa, Mbak."
"Mi, Abang Arik lapar." Wajah Arik sudah sangat memelas.
"Gimana caranya mau makan, Rik,"Suami marah.
"Sebentar lagi Leeds, Rik. Sabar ya. It's not possible now to get you food. Sabar oke?"
"Tadi anak-anak makan tidak?"
"Arik makan sereal dua bowl."
Tangan saya kembali kram. Wafa kembali ke akhwat. Muhammad telah tertidur lagi sambil berdiri. Tangan suami dua-duanya memegang pushchair. Dan masih terasa sepanas oven.
Menjelang 13 menit sebelum jam berikutnya, barulah train sampai di Leeds. Lebih lama dari 40 menit. Akhwat langsung berlari keluar, mencari taksi. Saya membawa Wafa, tas mainan anak2 dan tas plastik keluar. Suami menyusul tak beberapa lama dengan anak-anak. Beberapa lama, suami tidak bisa menggerakkan kaki, karena posisi berdiri yang awkward, membuat kaki beliau kram.
"Posisi berdiri tidak betul,"jelas beliau. Saya hanya bisa tersenyum.
Sampai di platform 12A, kami menunggu train koneksi ke newcastle. Saya mengeluarkan coklat untuk Arik dan Muhammad.
Hanya 4 menit sebelum train due datang, datang train virgin, tapi arahnya berlawanan. Saya membawa pushchair ke arah yang disable coach. Suami berteriak, bahwa train itu bukan ke newcastle. Betul saja, itu ke plymouth. Akhirnya suami cari info ke depan monitor.
Ugh, ternyata platform dipindah ke 11B. Artinya, harus naik lift, nyeberang, turun lift!!
Berlarianlah ke platform baru. Dengan tiga anak, satu lapar, satu ngantuk, dan satu di pushchair, tertidur.
Ada pegawai train station di dalam lif yang sama.
"How could they change the platform just 4 minutes before the boarding!" saya memuntahkan amarah yang sudah mendidih.
"I have no idea, pet. But they will wait for you. They will."
As if!!
Sedang ketika kita di depan pintu train saja, mereka nutup pintu kok!
Dengan berlari sambil menggeret anak, akhirnya berhasil juga masuk train. Tak sepenuh train sebelumnya, namun masih banyak yang berdiri di depan toilet. Alhamdulillah di train ini, kami punya reserved seat, jadi ada jaminan punya tempat duduk.
Ugh!
You will think that a modern country like Britain will never offered you a shamble transport service like this. But, it did!
Slowly, it downed to me....aye masih aja gagah ya?
Nyengir sendiri....
9 komentar:
Umminya gagah, insya allah anak-anaknya juga gagah, masih kecil sudah merasakan gigihnya perjuangan dawah orangtuanya. Gak kebayang hectic-nya Teh Imun sekeluarga. Sabar ya Teh, semoga kejadian serupa gak terulang kembali. Salam buat Iseu ya.
amiin. Kasihan mereka, sebenarnya. Arik yg kelaparan, muhammad yang tidur berdiri, dan wafa...:-( Apalagi, malamnya mereka tidur udah maleem sekali....dan kebanyakan juga dicuekkin pas acara :-(
Untungnya mereka asyik main dengan anak-anak yang lain:-D
Insya Allah, salamnya disampaikan.
jadi inget kejadian sepekan lalu.... kebetulan keluarga lagi ada masalah dengan beberapa orang. Semua lagi pada ngomongin, ira yang baru pulang kantor, saking udah "enegh"nya sama masalah itu... eh, ketemu biang masalah di depan rumah, sekalian aja... disamperin...:D
waduh.. deg-degan baca postingannya uni. Berasa tuh BT dab paniknya
baru lega itu ketika dah masuk train di leeds...dan duduk di kursi yg memang dah direserved untuk kita...
Anak2 bisa makan...Wafa melanjutkan tidur di pangkuan...Bisa minum....segeeer...setelah kayak dipanggang dalam oven itu...
wah, sori baru baca yg ini, sulit dipercaya, di Inggris, gitu loh:)
komentar serupa juga saya tujukan untuk kasus manula yg tewas gara2 tidak mampu beli gas itu (jurnal sblmnya)... kan selama ini selalu dikesankan Inggris itu negara yg sangat makmur... ironis sekali.
Masih banyak yang 'menakjubkan' dari negeri ini Din. Misal, tingkat literacy dan numeracy yang rendah. The basic food knowledge of their children is terrible. Ada program ttg school dinner kemarin, masa, ada anak nggak bisa bedain antara onion dengan celery? Tentang family, one in three children are living in a single parent family. Setengah pernikahan akan bubar dalam waktu kurang lima tahun ya? One in three lahir out of wedlock. UK memiliki angka paling tinggi teenager pregnancy di Eropa. One in three girl/boy under 15 is sexually active...
So many social problems. That's why when they see a fairly happy normal family, quite bright kids, for them is ....a rare thing! Health visitor, semacam family nurse....amat teramat sering berkomentar, "It amaze me to see that the kids from your society are all well behave, have a more advance emotional development bla bla."
Bicara masalah pensiunan,....it broke my heart. You just look around and they are there, with all their tiny living budget etc. Belum lagi cerita ttg abuse di nursing home (semacam panti jompo). Allah, dosa besar negeri ini...ketika mereka ignore the old and disable. worse than ignoring, they abuse them.
Belum dengar tentang dokter yang membunuh 200 pasiennya? Atau tentang sepasang orangtua yang membiarkan 4 anaknya sekarat, hampir mati karena tidak diurus, berak di mana-mana, , sekarat karena kelaparan? Dikurung dalam 'cage'? Sedang dua ortunya hidup comfortably di bawah dengan stereo set, dvd player.
Ho oh, gagah banget, mun, hehe.
waduh, bener deh, gak kalah seru ama kereta jabotabek *nyengir*
Posting Komentar