Minggu, 15 Januari 2017

Tom: Pejuang Tanpa Batas Negara



Musim semi 2002, Tom Hurndall keliling Eropa. Dari sana, dia ke Mesir dan Jordania. Tom masih muda, calon mahasiswa. Dia tertarik pada filsafat dan perbedaan budaya. Di Inggris, Tom sudah diterima di jurusan kriminologi dan filsafat. Tapi, kecintaannya pada menulis dan fotografi membuatnya pindah ke jurnalistik fotografi

Sebelum itu, Tom mengabadikan jutaan demonstran anti perang Irak di London (Pak Andri juga ke sana). Pada acara itu, dia bertemu kelompok sukarelawan yang berencana menjadi tameng manusia melawan pasukan Inggris Amerika.

Februari 2003, dia sudah di Irak, setelah sebelumnya menghubungi dekannya. Tom berjanji akan kembali ke kampus. Dari Irak Tom menuju Jordan. Di sana, dia memberikan uang terakhirnya (500 pound) pada penglola kamp pengungsi Irak untuk membeli obat-obatan. Dia juga membantu berbagai pekerjaan dalam kamp itu.

Tom juga  bertemu International Solidarity Movement (ISM), organisasi damai yang bekerja bersama warga Palestina melawan tentara Israel. Dengan jalan kaki dilanjut  taksi, Tom menuju Gaza. Pada April 2003, Tom sampai di Rafah dan mulai mengambil foto-foto tentara Israel dan warga Palestina.

Catatan hariannya berubah drastis. "Tidak ada yang bisa mengatakan padaku, aku belum melihat semua yang perlu dilihat," tulisnya.

Kebiasaan anggota ISM di Rafah, sambil mengacungkan paspor mereka (jika mereka ketahuan warga Amerika, Inggris atau negara Barat lainnya, Israel biasanya agak berpikir untuk menembak mereka, itulah sebab mereka menyebut diri sebagai ‘tameng manusia’) mereka menemani warga Palestina memperbaiki saluran air bersih, menghalangi peruntuhan rumah warga oleh tentara ISrael.

Pada 11 April itu, Tom mengenakan jaket bersinar oranye ISM. Dia di ujung jalan Rafah, mengamati anak-anak bermain di gundukan tanah. Tembakan rifle mengenai tumpukan tanah itu. Anak-anak berlarian. Tiga anak, usia antara 4-7 tahun terpaku di tempat, tak bergerak karena takut.

Tom mengambil anak lelaki dan membawanya ke tempat aman. Dia kembali untuk mengambil dua anak perempuan. Saat dia hendak menggendong salah satunya, peluru sniper menembus kepalanya. Setelah dua jam ditahan di perbatasan, Tom dibawa ke rumah sakit khusus di Be'ersheva. Dari sana dibawa ke London. Selama sembilan bulan, Tom koma. Dia meninggal Januari 2004.

Pada masa Tom di Palestina, antara September 2000- desember 2003, 377 sipil Israel dan 80 tentara terbunuh. Pada masa yang sama 2.289 warga Palestina terbunuh, puluhan ribu terluka. Empat warga internasional termasuk di dalamnya. Tom salah satu. Biasanya hampir tidak ada perhatian akan ribuan yang meninggal di Palestina itu. Pembunuhan Tom membuat dunia tersentak.


Tom yang tidak peduli dengan kewarganegaraan dan batas negara, memancarkan nilai kemanusiaan yang pekat. Dia ingin, tulisnya dalam jurnalnya, “membuat perbedaan.”

Dalam artikel yang dia kirim ke majalah mahasiswa Manchester Metropolitan University, Pulp, dia menulis tentang keraguan dan rasa takutnya. Satu kalimatnya penuh makna, “Saat seseorang harus membohongi dirinya untuk melakukan sesuatu yang dia tahu harus dia lakukan, itulah saat kau tahu, dia takut." (Maksud kalimat ini, Tom tahu bahaya yang mengancamnya, tapi dia tahu dia harus terus memotret dan menulis tentang Palestina supaya dunia paham. Dia takut akan bahaya itu tapi dia membohongi dirinya, ‘you are fine…don’t worry’)

Di Jerusalem, pada 3 April, dia menulis tentang kematian Rachel Corrie, yang dilindas buldozer tentara Israel saat Rachel berusaha menghalangi peruntuhan rumah warga Palestina di Rafah. "Berapakah yang mendengar kematian Rachel di berita…apakah mereka hanya akan menganggapnya satu dari sekian kematian? Hanya penambah angka … ?"

Tulisan terakhirnya tentang demo melawan peruntuhan rumah warga di depan buldozer tentara Israel. Tulis Tom, "Aneh. Saat kami mendekat, saat tembakan muntah, saya merasakan geletar [takut] melintas. Tapi, itu saja.” Tulisannya ditutup, ”setiap kami bisa jadi sedang diteropong moncong sniper. Kepastian bahwa mereka menargeti kami….bahwa hidupku tergantung dari keputusan jari yang menarik pelatuk itu …"

Foto terakhir yang diambil Tom ada foto hitam putih di jalan Rafah pada 13.30, 11 April 2002. Rongsokan bakaran mobil sebagai latar belakang, dua anak di kejauhan. Lalu ada foto yang diambil orang lain. Tom yang tidak sadarkan diri, digendong dua remaja Palestina yang berteriak minta tolong. Di kiri mereka, remaja memegang kepala, takut dan putus asa. Di pinggang Tom, tas kamera. (Maimon Herawati: Sumber Guardian)

Tidak ada komentar: