Sudah beberapa hari berseliweran berita
tentang ketua GNPF, Bachtiar Nasir, di laman media sosial saya. Intinya
tuduhan bahwa sumbangan yang dikelola lembaga yang diketuai Bachtiar
Nasir, Indonesian Humanitarian Relief (IHR) diberikan pada
kelompok teroris di Suriah. Bukti tuduhan ini adalah video yang diklaim
berasal dari wilayah bagian Aleppo yang baru saja diambil alih rejim
Bashar Assad.
Saya awalnya tidak serius mengamati karena
nama yang disebut sebagai lembaga partner IHR dalam berita itu adalah
IHH, Insan Hak ve Hurriyetleri Insani Yardim Vakfi, Turki. Saya kenal
dengan pengelola lembaga ini dan mengikuti kerja-kerja sosial mereka
termasuk yang di tanah air, seperti Aceh saat tsunami dulu. Sedemikian
panjang keterlibatan IHH dalam kerja kemanusiaan Indonesia sehingga saya
tidak merasa perlu mencari bukti tuduhan itu palsu.
Ke sininya, bola ini seperti salju yang
membesar dan mulai masuk ranah hukum. CNN Indonesia menurunkan tiga
berita berturut-turut pada Senin, Selasa, dan Rabu (26-28 Desember).
Pada berita Rabu berjudul Polisi Pelajari Konten Video Bantuan IHR ke Suriah, CNN Indonesia mengembangkan berita mereka dengan melibatkan Polri.
Oh, serius ini.
Sejak itu saya berusaha mencari jejak
video itu ada di mana. Pengembangan berita CNN melulu mengambil dari
postingan akun Facebook Moch Zain, tanpa melampirkan hyperlink,
sumber informasi dalam badan berita mereka. Begitu juga media-media
online lainnya. Tidak ada yang melampirkan tautan pada video yang
dimaksud.
Dalam jurnalistik kurasi dan agregasi,
jika media menyiarkan berita terkait konten yang ada di internet, media
harus melampirkan tautan pada konten terkait. Ini etika bermedia daring
(Lihat Etika Jurnalistik Agregasi Mindy Mcadams).
Saya sudah mendapatkan video itu dari
sumber lain, tapi saya perlu mengetahui sumber video itu dari berita
yang membahas Bachtiar Nasir sehingga benar-benar terjamin bahwa kami
mendiskusikan video yang sama.
Saya baru mendapatkan tautan video itu dari Arrahmahnews (bukan Arrahmah) yang mengantarkan saya kepada channel Youtube Euronews. Langkah berikutnya adalah mencari informasi tentang media ini.
Dalam website ataupun dalam media kit, Euronews tidak
mencantumkan struktur redaksi medianya. Ini tentu saja mengusik. Media
akan dianggap terpercaya dan prestisius jika mereka memperlihatkan
‘mesin’ yang bekerja memproduksi konten media.
Ini sangat terkait dengan gatekeeping dalam media. Gatekeeping adalah proses seleksi, evaluasi, dan verifikasi di dalam media. Salah satu proses terpenting dalam gatekeeping ialah fact checking, verifikasi fakta oleh media. Benarkah? Atau fiktif.
Sebagai pengajar junalistik, hal yang
sejak awal kami tekankan pada mahasiswa adalah pastikan sumbermu
menyampaikan sesuatu yang benar. Film yang sering dipertontonkan adalah ‘Shattered Glass’, kisah nyata wartawan The New Republic, Amerika, Stephen Glass yang menulis berita fiktif. Tindakan Stephen terbongkar dan dia dipecat dari medianya.
Yang berperan dalam verifikasi fakta ini
manusia pekerja medianya. Dengan mengetahui siapa yang ada di balik
media tertentu, biasanya dengan melihat jejak wartawan itu di media
sosial mereka, maka akan mudah dideteksi arah pemberitaan media. Dengan
demikian, bisa juga dideteksi pembingkaian media terhadap fakta.
Dari penelusuran selanjutnya, terkuak nama
wartawan yang menulis berita ini adalah Alasdair Sandford. Dari rekam
jejaknya di media sosialnya, nampak Alasdair tidak berada di Suriah
sekitar waktu video itu diunggah Euronews. Lokasi Alasdair adalah Paris.
Jika diteliti dengan seksama narasi video ini, Alasdair tidak menjelaskan sumber video ini. Juga tidak dijelaskan hubungan Euronews dengan perekam video. Ini menyulitkan verifikasi keabsahan video ini.
Jejak internet menunjukkan video yang sama sudah ditampilkan website alshahidwitnes sehari sebelumnya. Alshahid berlokasi
di Inggris. Dalam websitenya, lembaga ini tidak mencamtumkan stafnya.
Adalagi media lain yang mengeluarkan video yang sama, NRT, media
Kurdistan yang berlokasi di Irak. Sama dengan dua website sebelumnya,
tidak ada penjelasan video direkam oleh siapa, didapatkan melalui jalur
apa.
Mari diperiksa isi video ini. Hampir di penghujung video ada dua tiga detik scene menunjukkan
kotak di atas mobil bak terbuka. Ada tangan dekat kotak itu. Tidak
nampak lingkungan sekitar mobil sehingga tidak bisa dideteksi lokasi
mobil ada di mana. Di kotak itu ada nama lembaga IHR. Yang membuat ragu,
kotak itu bagian kiri, kanan, dan atasnya kotor dan lusuh, akan tetapi
bagian nama IHR nampak bersih dan putih. Mungkinkah kotak itu baru
diberi label?
Hal yang lain yang menimbulkan pertanyaan
adalah tanggal sebar video. Tanggal terawal video ini disebar adalah 13
Desember. Dikata narator, video ini berlokasi di daerah penguasaan
mujahidin yang kemudian diambil alih rejim Bashar. Aleppo Timur sendiri
baru ‘kosong’ dari Mujahidin pada 22 Desember. Sampai 22 Desember Aleppo
Timur masih diisi mujahidin. Jadi, daerah manakah yang dimaksud video
ini?
Logika lain adalah wacana dan penguasa.
Siapapun yang berkuasa akan bisa menentukan wacana yang disampaikan
pada umum. Wartawan yang bisa meliput di wilayah rejim Bashar adalah
yang mendapatkan ijin meliput dari Bashar. Seperti penuturan Eva
Bartlett, blogger Rusian Today, bahwa dia meliput Aleppo dengan ijin
Bashar dan sebagian perjalanannya menggunakan bus yang disediakan
Bashar.
Maka, pertanyaan yang terakhir adalah adakah jaminan bahwa narasi video- dan tentu saja kemudian videonya- bukan settingan Bashar? Ini jika benar bahwa daerah itu sudah ‘kosong’ dari mujahidin dan saat video dibuat ‘dibebaskan’ pasukan Bashar.
Menilik ke dalam negeri, para penyuka
teori konspirasi akan bertanya apa tujuan sasaran tembak IHR dan
sambungannya adalah Bachtiar Nasir? Siapa yang saat ini sedang head to head dengan GNPF? Apa keuntungan pihak tertentu jika Bachtiar Nasir bisa dijerat dengan UU no 9 2003 tentang Terorisme?
Bagi pembaca tentu saja, ada kewajiban
memeriksa apa-apa yang didengar karena telinga mulut (dan jempol yang
membagi tautan berita) satu ketika akan ditanya. Cerdas membaca hingga
bisa menghindari diri dari berita dusta. Rasanya tidak terlalu susah,
bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar