(Tulisan dibuat tahun 2012)
Hassan, remaja 14 tahun asal Zaynab, dekat Damascus, bersama delapan anggota keluarganya tinggal di rumah keluarga jauh mereka di Mafraq, beberapa pecan setelah melarikan diri dari Siria, dari apa yang dia sebut sebagai, ‘pembunuhan massal di kota kami’.
Menurut kisah Hassan, helikopter Siria menembakkan roket pada prosesi penguburan jenasah pejuang FSA. “Ada sekitar lima ribu orang di sana. Saya di pinggir lokasi. Pengantar jenasah lumayan ribut, tapi saat roket menghantam, tidak ada suara,” ungkap Hassan. "Mayat di mana-mana. Potongan tubuh. Orang mencari kerabat mereka. Takut karena helikopter masih di atas. Saya melihat kepala tak jauh dari saya. Tangan dan kaki yang terpisah dari tubuh mereka. Darah di mana-mana. Setiap akan tidur, saya selalu dihantui hari itu.”
Paman dan sepupu Hassan juga terbunuh. "Kami mnemukan tubuh mereka di masjid.” Dia menambahkan,"Setiap orang, tua sampai muda membenci Bashar."
Kamp pengungsian Za'atari berjuang mengasuh anak-anak yang lebih dari dua puluh ribu itu. Sebagian mereka tersiksa dengan ingatan terbunuhnya kerabat, teman dan tetangga. Sebagian mendengar suara muntahan senapan dalam kepala mereka. Banyak di antara mereka yang menyaksikan rumah dan kota mereka hancur. Sebagian kecil sempat ditahan dan disiksa. Sebagian masih dengan luka yang masih merah. Hampir semua memiliki goresan psikologis.
"Anak-anak membayar harga paling mahal dari konflik ini. Kami melihat perilaku yang bermasalah, sindrom paska-trauma,”jelas Nadine Haddad dari Save the Children yang meluncurkan kampanye peduli anak wilayah konflik dan derita mereka.
Siria Terkini
Sampai tulisan ini dibuat, Turki telah masuk kontak militer pekan kedua dengan Siria. Kontak militer ini terjadi karena Siria menembakkan mortar ke desa Turki di perbatasan, membunuh lima warga Turki. Presiden Turki, Erdogan tidak ingin berperang melawan Siria, tapi penyerangan Siria pada wilayahnya tidak bisa diterima. Kemarin, Turki menahan pesawat sipil Siria di Ankara, sampai pesawat itu diberikan all clear (tidak memuat senjata). Negara NATO mendukung Turki.
Komunitas internasional mengecam tindakan represif Assad. Barack Obama mengimbau Assad untuk turun dari jabatannya. Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mengatakan, kekerasan pada kota Homs ‘tidak bisa diterima kemanusiaan’.
Liga Arab mencoba menjadi penengah antara rejim Assad dan FSA. Liga Arab meminta penghentian kekerasan dari dua belah pihak. Usaha Liga Arab gagal karena rejim Assad meningkatkan eskalasi militer mereka di depan utusan Liga Arab sehingga angka korban terbunuh bertambah drastic.
Dewan Keamanan (DK) PBB mengusulkan penyelesain konflik dengan resolusi yang menuntut mundurnya Assad. Resolusi disetujui oleh 13 anggota DK PBB, tapi diveto Cina dan Rusia. Moskow menjadi pendukung utama Siria secara diplomatik dan logistik. Kremlin mengirimkan senjata ke Siria, dengan alas an Siria memerlukannya untuk mengamankan negaranya.
Akses media internasional sangat terbatas di Siria. Sambungan internet minim. Wartawan local terjepit di antara dua kekuatan yang memaksakan pemuatan narasi mereka . Belasan wartawan meninggal dalam konflik Siria.
“Sepanjang Bashar Assad masih berkuasa, masa depan Siria akan penuh darah,” prediksi mantan diplomat Amerika, Dennis Ross pada Reuters. Korban terbanyaknya adalah anak.
(Maimon Herawati: Sumber Huffington Post, Al Jazeera, Guardian, Reuters)
Dimulai karena kemarahan masyarakat kota Daraa
akan penangkapan dan penyiksaan 15 anak-anak oleh pihak berwajib….berawal dari
pengecatan slogan anti pemerintah oleh anak-anak itu…konflik Siria membesar dan
menjatuhkan korban satu demi satu…yang terbanyak, anak-anak.
Siria agak terlambat ‘bergabung’
dengan Arab Spring (Musim Semi
Arab/Reformasi). Negeri ini mulai bergolak pada Maret 2011. Demonstran awalnya
tidak menuntut pemunduran diri Presiden Bashar Assad. Mereka hanya meminta
kebebasan dan kesempatan berpartisipasi politik yang lebih. Akan tetapi, pihak keamanan merespon demo itu
dengan brutal, menembakkan peluru api, menyemburkan gas air mata pada massa,
membunuh beberapa orang demosntran. Hampir setiap Jumat siang, demo muncul di
kota-kota besar seperti Homs, Hama dan Latakia. Setiap demo itu dihadang keras
pihak keamanan.
Kekerasan masuk babak baru di ujung
2011 ketika konflik mulai melibatkan militer. "Saat itu rata-rata 40 orang
terbunuh tiap hari. Angka itu terus meningkat, apalagi sejak Liga Arab
mengirimkan tim monitor mereka,” jelas Robert M. Damin, ahli pada Lembaga
Hubungan Luar Negeri Timur Tengah, seperti yang ditulis Huffington Post.
Grup pro-reformasi bermunculan dan
berkoordinasi di bawah payung Free Syrian
Army/FSA (Pasukan Pembebasan Siria).
FSA melakukan maneuver perang gerilya melawan militer Siria. Pada
Desember 2011 dan Januari 2012, dua bom meledak di ibukota Siria, Damaskus.
Pemerintah menuduh Al Qaida di balik serangan itu. FSA balik menyerang bahwa
pemerintah sengaja melakukan peledakan untuk menarik simpati masyarakat.
Di tengah konflik yang hampir dua
tahun ini, anak-anak menjadi korban yang sering terabaikan. Anak kecil sering
hilang; yang lebih besar kadang menyelinap keluar kamp pengungsian. Harriet
Sherwood dari Guardian menghabiskan waktu mencari Musa (15) yang tinggal di
kamp sendirian. Dia satu dari lebih 200 anak tanpa orangtua/wali yang terdaftar
di kamp pengungsian Za’atari, utara Jordan.
Musa bertutur pada Lembaga Save
the Children, bahwa dia sempat bergabung dengan FSA. Dia ditangkap militer
dan dipenjara selama 22 hari. “Saya disiksa dan saya melihat anak-anak
meninggal di sana. Kaki, dada dan tubuh bagian belakang saya luka. Ada ratusan
kami dalam penjara itu. Yang terkecil berusia 10 atau 9 tahun. Mereka ditangkap
saat demo. Saya dipukuli tiap hari. Mereka menggunakan setrum listrik juga.”
Penyiksanya mencari informasi tentang FSA. “Tapi, saya tidak pernah memberitahu
mereka,”ujarnya. Dia menceritakan mayat-mayat dalam selnya. “Mayat itu sudah
lama di sana. Sudah busuk. Berulat.”Hassan, remaja 14 tahun asal Zaynab, dekat Damascus, bersama delapan anggota keluarganya tinggal di rumah keluarga jauh mereka di Mafraq, beberapa pecan setelah melarikan diri dari Siria, dari apa yang dia sebut sebagai, ‘pembunuhan massal di kota kami’.
Menurut kisah Hassan, helikopter Siria menembakkan roket pada prosesi penguburan jenasah pejuang FSA. “Ada sekitar lima ribu orang di sana. Saya di pinggir lokasi. Pengantar jenasah lumayan ribut, tapi saat roket menghantam, tidak ada suara,” ungkap Hassan. "Mayat di mana-mana. Potongan tubuh. Orang mencari kerabat mereka. Takut karena helikopter masih di atas. Saya melihat kepala tak jauh dari saya. Tangan dan kaki yang terpisah dari tubuh mereka. Darah di mana-mana. Setiap akan tidur, saya selalu dihantui hari itu.”
Paman dan sepupu Hassan juga terbunuh. "Kami mnemukan tubuh mereka di masjid.” Dia menambahkan,"Setiap orang, tua sampai muda membenci Bashar."
Kamp pengungsian Za'atari berjuang mengasuh anak-anak yang lebih dari dua puluh ribu itu. Sebagian mereka tersiksa dengan ingatan terbunuhnya kerabat, teman dan tetangga. Sebagian mendengar suara muntahan senapan dalam kepala mereka. Banyak di antara mereka yang menyaksikan rumah dan kota mereka hancur. Sebagian kecil sempat ditahan dan disiksa. Sebagian masih dengan luka yang masih merah. Hampir semua memiliki goresan psikologis.
"Anak-anak membayar harga paling mahal dari konflik ini. Kami melihat perilaku yang bermasalah, sindrom paska-trauma,”jelas Nadine Haddad dari Save the Children yang meluncurkan kampanye peduli anak wilayah konflik dan derita mereka.
Siria Terkini
Sampai tulisan ini dibuat, Turki telah masuk kontak militer pekan kedua dengan Siria. Kontak militer ini terjadi karena Siria menembakkan mortar ke desa Turki di perbatasan, membunuh lima warga Turki. Presiden Turki, Erdogan tidak ingin berperang melawan Siria, tapi penyerangan Siria pada wilayahnya tidak bisa diterima. Kemarin, Turki menahan pesawat sipil Siria di Ankara, sampai pesawat itu diberikan all clear (tidak memuat senjata). Negara NATO mendukung Turki.
Komunitas internasional mengecam tindakan represif Assad. Barack Obama mengimbau Assad untuk turun dari jabatannya. Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mengatakan, kekerasan pada kota Homs ‘tidak bisa diterima kemanusiaan’.
Liga Arab mencoba menjadi penengah antara rejim Assad dan FSA. Liga Arab meminta penghentian kekerasan dari dua belah pihak. Usaha Liga Arab gagal karena rejim Assad meningkatkan eskalasi militer mereka di depan utusan Liga Arab sehingga angka korban terbunuh bertambah drastic.
Dewan Keamanan (DK) PBB mengusulkan penyelesain konflik dengan resolusi yang menuntut mundurnya Assad. Resolusi disetujui oleh 13 anggota DK PBB, tapi diveto Cina dan Rusia. Moskow menjadi pendukung utama Siria secara diplomatik dan logistik. Kremlin mengirimkan senjata ke Siria, dengan alas an Siria memerlukannya untuk mengamankan negaranya.
Akses media internasional sangat terbatas di Siria. Sambungan internet minim. Wartawan local terjepit di antara dua kekuatan yang memaksakan pemuatan narasi mereka . Belasan wartawan meninggal dalam konflik Siria.
“Sepanjang Bashar Assad masih berkuasa, masa depan Siria akan penuh darah,” prediksi mantan diplomat Amerika, Dennis Ross pada Reuters. Korban terbanyaknya adalah anak.
(Maimon Herawati: Sumber Huffington Post, Al Jazeera, Guardian, Reuters)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar